Bagaimana CSO Bersinergi dengan Pemerintah
Diskusi Tematik “Bagaimana CSO Bersinergi dengan Pemerintah” berlangsung pada hari Jumat, 27 September 2019 pukul 16.00 WITA di BaKTI. Tema ini diambil berangkat dari hasil diskusi pada Pemutaran Film “Pelangi di Bahonlangi” dimana seorang peserta mengemukakan bahwa masih banyak komunitas lebih senang bekerja sendiri tanpa melibatkan pemerintah. Padahal, dengan bekerjasama dengan pemerintah, alur kerja mereka bisa lebih terarah dan dampak yang dihasilkan dari program kerja mereka bisa lebih besar.
Narasumber pada diskusi hari itu adalah Ibu Lusia Palulungan. Ibu Lusi merupakan program manager BaKTI-MAMPU dan seorang aktivis perempuan yang telah banyak bergelut dalam peningkatan kapasitas anggota parlemen dan dukungan hukum berperspektif perempuan.
Ibu Lusi memaparkan materi terkait bagaimana mengoptimalkan peran CSO dan forum apa saja yang bisa diikuti oleh CSO untuk menyuarakan pendapatnya. Ada tiga forum dimana CSO bisa terlibat, yaitu Musrenbang, audiensi atau menggunakan mekanisme komplain ke pemerintah, dan reses partisipatif. Dalam pelibatan ini, sebaiknya CSO sudah mengetahui pihak-pihak mana saja yang akan disasar, sediakan data dan fakta, tawarkan solusi, dan jangan lupa untuk ikut melibatkan media atau jurnalis.
Selain materi tersebut, Ibu Lusi juga menerangkan mengenai mekanisme dalam mendorong kebijakan daerah. Salah satu mekanisme yang bisa ditempuh adalah melalui reses. Program BaKTI-MAMPU sendiri telah mendorong adanya reses partisipatif dimana dalam reses tersebut dihadirkan kelompok konstituen yang beragam, antara lain berasal dari perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya. Dengan adanya keterwakilan dari berbagai kelompok, isu yang didiskusikan bisa lebih beragam sehingga anggota DPRD pun dapat fokus pada masalah sosial, bukan hanya infrastruktur saja.
Selama proses diskusi, terungkap dari teman-teman komunitas dan LSM bahwa benar ada ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Masing-masing memiliki pengalaman yang kurang mengenakkan dalam bekerja sama dengan pemerintah. Dari diskusi ini baik dari pihak narasumber maupun peserta, mereka sama-sama mencari solusi. Ibu Lusi bahkan bersedia membantu teman-teman komunitas untuk advokasi dengan pemerintah. Rusdin Tompo dari LISAN juga bersedia memberikan pelatihan citizen journalism untuk memaksimalkan peran media yang bisa dilakukan oleh teman-teman komunitas sendiri dalam mempublikasikan projek mereka.
“Komunitas di Sulsel ini sangat banyak. Saya kadang-kadang ikut juga menjadi relawan sehari untuk mencari tahu apa, sih, sebenarnya yang dikerjakan oleh teman-teman komunitas. Kalau saya tangkap, formatnya dulu, kan, seperti charity misalnya dalam hal membantu anak baca tulis. Namun mereka belum sampai pada tahap advokasi. Untuk itu harus dinaikkan lagi level (kegiatannya) ke tahap advokasi,” tambah Rusdin Tompo.
Acara sore itu dihadiri oleh 15 orang peserta dari berbagai CSO, mulai dari ICJ, LISAN, Komunitas 1000 Guru Sulsel, KOPEL Sulsel, SCAD Global, Aksi Indonesia Muda, Sekolah Kolong Project, KAHMI, dan Lemina. Akhir diskusi dimeriahkan dengan pembagian buku gratis kepada tiga peserta yang dapat memberikan kesimpulan singkat serta testimoni terkait diskusi.
“Topiknya sangat menarik. Itu pula yang memanggil saya untuk datang kesini. Peran CSO memang sangat penting bagi teman-teman pekerja sosial, terutama pola atau metodologi bagaimana CSO sekarang bermitra dengan pemerintah,” testimoni dari Musaddaq dari KOPEL Sulsel.
Musaddaq menambahkan, karena telah diatur oleh pemerintah melalui undang-undang, CSO harus terlibat. Tinggal bagaimana kita tetap menjaga independensi dan tetap menjadi representasi masyarakat sipil yang kritis dan independen. Diskusi sore itu ditutup pada pukul 18.00 WITA dengan foto bersama para peserta dan narasumber.