• adminbakti
  • 20 February 2020

Capaian yang Membanggakan dari MAMPU

Monitoring dan Evaluasi (Monev) Program MAMPU (Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan) Yayasan BaKTI 2019 merupakan monev yang terakhir. Monev dilaksanakan pada 16-19 Desember di Hotel Ibis Maipa Makassar. Monev difasilitasi oleh Yudha Yunus dan May Januar dan diikuti oleh tim MAMPU BaKTI, Suboffice MAMPU BaKTI NTB, dan semua mitra di kabupaten/kota.

Sebagai Monev terakhir, evaluasi kali ini ditekankan pada capaian dan pembelajaran terbaik yang perlu diperkuat di sisa waktu program. Diskusi mengenai strategi keberlanjutan dan replikasi menjadi pokok dalam monev. Ini menjadi penting karena capaian-capain Program MAMPU-BaKTI selama kurang lebih 6 tahun (2013-2019) perlu diapresiasi. Tentu yang paling penting adalah keberlanjutan itu. Berikut beberapa capaian yang harus dilanjutkan dan direplikasi.

Monev MAMPU

Penguatan P2TP2A
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) adalah institusi yang pembentukan didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota harus membuat lembaga tersebut untuk penanganan perempuan dan anak korban kekerasan.

Namun, kebijakan yang telah dikeluarkan oleh KPPPA sejak 2010 tersebut tidak selalu diimplementasikan di daerah. Sejumlah permasalahan dan alasan menghambat pembentukan P2TP2A, termasuk lemahnya sumber daya manusia di instansi terkait untuk mendorong dan menggerakkan P2TP2A.

Program MAMPU-BaKTI kemudian mendorong pembentukan dan penguatan P2TP2A di wilayah program. Di Kabupaten Belu, pembentukan P2TP2A adalah inisiatif dari mitra Program MAMPU, yakni PPSE-KA (Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Atambua). PPSE-KA bekerjasama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Belu menyiapkan segala perangkat untuk pembentukan sampai penguatan P2TP2A.

Pasca pembentukan P2TP2A, jumlah pelaporan korban kekerasan perempuan dan anak mengalami peningkatan, ini tidak lepas dari keberadaan Kelompok Konstituen, yang telah mempunyai kapasitas dalam penanganan kasus perempuan dan anak. Kasus-kasus yang yang tidak dapat diselesaikan oleh Kelompok Konstituen dirujuk ke P2TP2A dan menjadi kasus yang ditangani P2TP2A.

Sementara di Kabupaten Maros, Program MAMPU mendorong Unit Pelayanan Terpadu Sistem Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial “Salewangang”. Unit ini merupakan pelayanan terpadu lintas sektoral yang menangani masalah kesejahteraan sosial, termasuk untuk penanganan korban kekerasan. Unit ini menggabungkan unit layanan yang telah ada, termasuk SLRT (Sistem Layanan Rujukan Terpadu) yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial.

Perempuan Sadar Bencana
Salah satu yang baru dan menarik di Lombok Timur adalah Posyandu Tanggap Bencana. Pengembangan Posyandu Tanggap Bencana ini dimulai setelah gempa yang melanda Lombok pada pertengahan tahun 2018. Posyandu Tanggap Bencana adalah memperkuat posyandu yang telah ada dengan memasukkan penyadaran bencana pada kegiatan-kegiatan posyandu, sehingga kesadaran bencana menjadi sesuatu yang melekat di masyarakat, terutama perempuan dan anak.

Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) adalah lembaga layanan sosial yang sangat dekat dengan perempuan dan anak, karena layanan posyandu dikelola oleh perempuan, di mana pemanfaat posyandu adalah perempuan dan anak juga. Dengan begitu, memasukkan penyadaran kebencanaan menjadi kegiatan posyandu, berarti langsung menyasar perempuan dan anak.

Subboffice NTB berinisiatif mengembangkan Posyandu Tanggap Bencana dan menjadikan perempuan sebagai perempuan sadar bencana. Di Posyandu Tanggap Bencana, pengenalan kebencanaan dimulai sejak dini, sehingga anak-anak dapat menyelamatkan diri ketika terjadi bencana. Pengenalan dan pembelajaran kebencanaan dilakukan terus-menerus yang dilakukan oleh kader terlatih, sehingga masalah kebencanaan menjadi pengetahuan dan kesadaran masyarakat.

Rumah Rehabilitasi
Rumah Rehabilitasi dikembangkan oleh RPS (Rumpun Perempuan Sultra), mitra Program MAMPU di Kendari. Pengembangan Rumah Rehabilitasi ditujukan untuk penanganan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Ide pengembangan Rumah Rehabilitasi dilatari oleh kenyataan bahwa, perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, sedikit sekali yang mendapatkan konseling dan rehabilitasi.

Korban yang menjalani proses sebagai saksi dalam peradilan terhadap pelaku yang panjang, semakin tertekan sehingga mengalami stress. Sementara itu, tidak ada lembaga yang fokus pada pemulihan korban. Ini dikeluhkan oleh berbagai institusi di Kendari, termasuk Kepolisian, baik di Polres Kota Kendari maupun di Polsek.

RPS bersama Polres Kota Kendari mengadakan dan mengembangkan Rumah Rehabilitasi untuk penanganan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Di Rumah Rehabilitasi, korban mendapat pendampingan ketika menjalani proses peradilan. Korban juga menjalani proses konseling untuk pemulihan.

Kepemimpinan Perempuan
Mendorong perempuan untuk ambil bagian dalam aktivitas di ranah publik tidak mudah, apalagi perempuan di akar rumput. Program MAMPU BaKTI melalui Kelompok Konstituen memperkuat perempuan untuk mengakses layanan publik, juga mendorong kepemimpinan perempuan di lembaga-lembaga publik.

Kelompok Konstituen didesain untuk menjadi lembaga advokasi sekaligus sebagai tempat pendidikan bagi perempuan untuk mengasah kemampuan dan kepemimpinan. Tentu, sebagian pengurus dan anggota Kelompok Konstituen telah mempunyai kemampuan, karena itu keterlibatannya di dalam Kelompok Konstituen menjadi nilai tambah untuk mendorong perempuan masuk dalam ruang-ruang publik, sekalipun itu dianggap sebagai sesuatu yang rendah.

Di Kota Parepare, 43 orang pengurus dan anggota Kelompok Konstituen menjadi Ketua RT (Rukun Tetangga), dan 20 orang menjadi Ketua RW. Ketua RT dan Ketua RW adalah struktur pemerintah paling rendah, namun kedua lembaga terendah tersebut juga merupakan tempat yang dikuasai oleh laki-laki. Ketika perempuan menjadi Ketua RT dan RW, maka lembaga tersebut menjadi strategis karena sangat dekat dengan warga.

Pengalaman selama bergabung dengan Kelompok Konstituen menjadi modal bagi perempuan-perempuan yang terpilih menjadi Ketua RT dan RW. Layanan untuk warga di tingkat RT dan RW berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan mendasar yang biasa difasilitasi oleh Kelompok Konstituen. Dengan begitu, pengurus atau anggota Kelompok Konstituen yang menjadi Ketua RT atau RW dengan mudah membantu warganya.

Di Kota Parepare juga sebanyak 15 orang pengurus dan anggota Kelompok Konstituen direkrut menjadi paralegal P2TP2A Kota Parepare, untuk penanganan kasus-kasus perempuan dan anak. Kemampuan mereka dalam penanganan kasus-kasus perempuan dan anak ditempa di Kelompok Konstituen.

Menjadi paralegal P2TP2A Kota Parepare mendapat pengesahan dari Pemerintah Kota Parepare melalui Surat Keputusan Walikota No. 480 Tahun 2019. Ini merupakan kemajuan bagi Pemerintah Kota Parepare dalam penanganan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Ini juga merupakan pengakuan terhadap kemampuan perempuan dan warga dalam berkontribusi pada pembangunan.

Sementara di Ambon, saat ini ada perempuan yang menjabat sebagai Saniri yaitu Angelina Angkotamony yang menjadi Saniri di Negeri Hukurila, dan Olin Latupapua yang menjabat sebagai Saniri di Negeri Kilang. Pemilihan dan pengangkatan keduanya menjadi Saniri adalah terobosan, sekaligus pengakuan terhadap kapasitas perempuan. Angelina dan Olin yang yang dipilih menjadi Saniri tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang logis. Keduanya dipilih karena kapasitas dan keaktifan mereka membantu warga dalam mengakses layanan-layanan publik.

Keanggotaan Saniri merupakan kumpulan wakil-wakil soa, yaitu suatu kelompok masyarakat yang terdiri dari marga yang memilih dan mengangkat salah satu anggotanya sebagai wakil pada Saniri Negeri. Selama ini anggota Saniri selalu dijabat oleh laki-laki, jarang sekali dijabat oleh perempuan.

Pada 2019 sebanyak empat perempuan pengurus Kelompok Konstituen yang ikut mencalonkan diri sebagai calon legislatif (caleg), yaitu Hj. Sudarti dan Rasnah Lukman yang menjadi caleg untuk DPRD Parepare, serta Sri Chandrayeni yang mencalonkan diri untuk DPRD Kota Ambon. Sedangkan Arita Muhlisa mencalonkan diri untuk DPRD Provinsi Maluku Dapil Kota Ambon.

Keberanian perempuan di komunitas mencalonkan diri sebagai caleg adalah kemajuan. Keempat perempuan tersebut tahu persis apa yang terjadi dengan masyarakat di sekitar mereka. Keterlibatan mereka dalam mengurusi permasalahan-permasalahan riil di masyarakat, menyadarkan mereka bahwa, ada masalah yang harus diselesaikan melalui pembentukan kebijakan di parlemen.

Advokasi Pembentukan Perda
Advokasi pembentukan Peraturan Daerah (Perda) berlangsung di seluruh wilayah program. Perda yang didorong adalah perda-perda yang responsif gender dan sesuai dengan kebutuhan daerah. Harapannya Perda yang dihasilkan dapat diimplementasikan oleh pemerintah setempat.

Seiring dengan penguatan anggota DPRD, maka salah satu yang ditempuh adalah mendorong Perda inisiatif. Dalam pembentukannya, Perda inisiatif harus sesuai dengan prosedur pembentukan perda yang diatur dalam undang-undang. Jika pun melalui eksekutif, maka anggota DPRD atau pansus yang membahas Raperda harus mengikuti prosedur yang ditentukan.

Pengalaman menarik muncul di DPRD Tana Toraja. Melalui Program MAMPU BaKTI, pertama kali pembentukan perda di Kabupaten Tana Toraja menggunakan naskah akademik dan konsultasi publik. Penyusunan naskah akademik untuk pembentukan Perda Kabupaten Tana Toraja No. 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak juga dilakukan dengan assessmen untuk menggali permasalahan di masyarakat.

Naskah akademik dan draf Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak mendapat apresiasi di DPRD Tana Toraja karena sangat lengkap, termasuk memotret permasalahan di masyarakat dan aspirasi masyarakat. Dari situlah, DPRD Tana Toraja membuat kesepakatan agar setiap Raperda yang diajukan harus mempunyai naskah akademik, dan penyusunan naskah akademik harus melalui assessmen di masyarakat, sehingga dapat diketahui masalah dan aspirasi masyarakat.

Reses Partisipatif
Reses Partisipatif adalah metode reses yang murni dikembangkan oleh Program MAMPU BaKTI, dan pertama kali diujicobakan oleh dua anggota DPRD Parepare tahun 2015, Andi Nurhanjayani dan John Pannanganan. Uji coba berikut dilakukan di Ambon sebanyak 11 anggota DPRD Ambon. Di Kota Kendari, anggota DPRD Kota Kendari, Sitti Nurhan Rahman melakukan uji coba. Di Kota Mataram, tiga anggota DPRD Mataram melakukannya: Kartini Irwani, Muhtar, dan Misbah Ratmadjie, sedangkan di Lombok Timur oleh tiga anggota DPRD Lombok Timur: H. Hairul Rizal, Fadil Na’im, dan Baiq Nurhasanah.

Bagi Program MAMPU BaKTI dan mitra di lima wilayah tersebut, pelaksanaan Reses Partisipatif tahun 2015-2016 ini untuk menguji metode dan menemukan metode yang tepat bagi pengembangan Panduan. Namun, uji coba ini di luar dugaan mendapat apresiasi positif dari anggota DPRD yang melakukan uji coba. Diskusi-diskusi yang dilakukan dengan anggota DPRD setelah uji coba itu dianjurkan untuk dibuat sebuah panduan, maka sejak 2017 dibuatlah Panduan Reses Partisipatif.

Dari hasil ujicoba selama dua tahun, kemudian dibuatlah panduan untuk diperkenalkan kepada anggota DPRD di wilayah lain. Apalagi makin banyak anggota DPRD yang tertarik untuk menerapkan Reses Partisipatif. Awal 2018 Program MAMPU-BaKTI telah menerbitkan Panduan Reses Partisipatif dalam bentuk buku dan Film Reses Partisipatif yang diunggah ke laman Youtube (https://www.youtube.com/watch?v=XMo-FLeJu3Y&t=96s).

Mulai 2018 Reses Partisipatif diperkenalkan kepada anggota DPRD di luar wilayah Program MAMPU BaKTI, di antaranya DPRD Sleman (Yogyakarta), DPRD Manado, DPRD Minahasa Selatan (Sulawesi Utara), dan DPRD Bengkulu (Sumatera Selatan). Beberapa anggota DPRD di luar Program MAMPU Yayasan BaKTI yang telah menerapkan Reses Partisipatif, di antaranya Mardensi (DPRD Kota Bengkulu), Christiana Vecolina Pusung (DPRD Kota Manado), Verke B.J. Pomantow (DPRD Kabupaten Minahasa Selatan), dan Y. Gustan Ganda (DPRD Kabupaten Sleman).

Monev MAMPU

Advokasi Peraturan Desa
Kelompok Konstituen di sembilan belas desa berhasil mendorong pembentukan Peraturan Desa (Perdes) selama 2018-2019. Sebelas desa di Kabupaten Belu, enam desa di Kabupaten Tana Toraja, satu desa di Kabupaten Lombok Timur, dan satu desa di Kota Ambon. Perdes yang didorong terkait dengan perlindungan perempuan, anak, dan disabilitas.

Perdes adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sedangkan masyarakat berhak memberi masukan terhadap rancangan Perdes. Perdes mengatur pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan lebih tinggi.

Kepala Desa dan BPD mempunyai hak untuk mengusulkan rancangan Perdes, yang akan dibahas dan disepakati bersama. Sementara masyarakat, selain berhak memberi masukan terhadap rancangan Perdes, juga dapat mengusulkan pembentukan Perdes, baik melalui Kepala Desa maupun Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Masing-masing Kelompok Konstituen mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dalam mengadvokasi Perdes. Pertama, Kelompok Konstituen menyampaikan data mengenai kekerasan terhadap perempuan dan kepada Kepala Desa dan BPD, dan mengusulkan pembentukan Perdes untuk mengatasi masalah tersebut. Jika Kepala Desa dan BPD merespon positif, maka Kelompok Konstituen dibantu oleh mitra MAMPU membuat draft Rancangan Perdes (Raperdes).

Kedua, pada musyawarah desa, Kelompok Konstituen menyampaikan permasalahan perempuan dan anak, yang kemudian melalui forum tersebut disepakati pembentukan Perdes. Draft Raperdes disiapkan bersama oleh pemerintah desa dan Kelompok Konstituen.
Ketiga, Program MAMPU BaKTI melakukan pelatihan mengenai PPRG (Perencanaan Penganggaran Responsif Gender), dan salah satu yang muncul dalam diskusi adalah minimnya alokasi anggaran untuk penanganan perempuan, anak, dan disabilitas. Salah satu jalan keluarnya adalah pembentukan Perdes. Beberapa desa kemudian membuat Perdes dibantu oleh Kelompok Konstituen dan mitra BaKTI.

Keempat, Pemerintah desa yang telah mempunyai Perdes sering menyampaikan di berbagai pertemuan, sehingga pemerintah desa yang lain tertarik untuk mereplikasinya. Kelompok Konstituen dan mitra di daerah membantu dalam proses pembentukannya.[]