Ferina Futboe: Menyuarakan Aspirasi Anak Muda untuk Perubahan
Anak muda mampu berkontribusi memberi ide dan solusi terkait permasalahan di sekitarnya. Seperti apa? Di Panggung Inspirasi, Ferina Futboe (Fasilitator Muda Lingkar Remaja) menceritakan pengalamannya ketika memfasilitasi mereka dalam menyuarakan dan membawa perubahan untuk lingkungannya.
Desa Oeletsala adalah desa di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Di desa ini, Ferina memfasilitasi anak muda yang tergabung dalam Forum Lingkar Remaja, sebuah pendekatan inovatif yang melibatkan anak muda usia 10-19 tahun untuk berpartisipasi dalam perubahan. Anak-anak muda ini mendapat kesempatan untuk menemukan kompetensi diri dan terlibat dalam memecahkan masalah di lingkungan mereka.
Permasalahan yang dihadapi anak-anak di Desa Oeletsala saat itu adalah mereka kerap mendapat hukuman karena terlambat datang ke sekolah. Hal ini mungkin dianggap sederhana dan tak jarang anaklah yang dianggap sebagai pusat permasalahannya.
Bersama Lingkar Remaja, Ferina menemukan bahwa ada permasalahan kekeringan di Desa Oeletsala yang berdampak pada anak-anak. Kondisi yang kering itu membuat anak-anak harus mengambil air di mata air sebelum berangkat ke sekolah. Akibatnya mereka sering terlambat dan mendapat hukuman.
“Kami menemukan ternyata permasalahan yang kami alami yaitu kekeringan adalah permasalahan yang membawa dampak cukup besar kepada kami anak-anak remaja, namun itu belum ada penyelesaian,” ungkap Ferina.
Melalui proses diskusi, anak-anak muda menemukan solusi yaitu perlu membangun sumur bor. Namun menyuarakan usulan tersebut kepada orang dewasa yaitu pemerintah desa tidaklah mudah. Mereka beranggapan bahwa anak muda masih belum bisa dilibatkan dalam proses perencanaan. “Ide dan solusi yang sudah kami hasilkan tidak bisa kami advokasi dengan baik,” ujar Ferina.
Tak berhenti di sana, akhirnya anak-anak muda itu menemukan cara menyampaikan usulan melalui orang tua mereka yang memiliki peran penting dalam perencanaan di desa. Usulan tersebut pun tersebut diterima dan sudah dilakukan penganggaran di desa. “Sekarang di desa kami sudah ada delapan sumur bor, masalah kekeringan itu pun teratasi,” kata Ferina bangga.
Kebanggaan Ferina dan Lingkar Remaja bukan hanya karena teratasinya masalah kekeringan di desanya. Hal lain yang membuatnya bangga adalah berubahnya pola pikir orang dewasa di sekitar mereka bahwa penting untuk melibatkan anak dan remaja dalam perencanaan pembangunan.
Pada kesempatan itu, Ferina juga berbagi kisah pengalaman Lingkar Remaja di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) NTT. Berbeda di tempatnya, permasalahan di TTS adalah banyaknya anak putus sekolah.
Ketika mendengar kata putus sekolah, biasanya masalah ekonomi akan dijadikan alasan utama. Setelah diskusi bersama anak-anak muda yang tergabung dalam Lingkar Remaja, ditemukan beberapa penyebab yaitu jarak rumah dan sekolah jauh dengan akses yang sulit, ditambah pekerjaan di rumah yang banyak sehingga anak-anak tidak sempat mengerjakan tugas. “Mereka bangun pagi dan langsung berangkat ke sekolah karena jauh dan akses sulit, tapi banyak guru yang tidak memperhatikan alasan ini,” ujar Ferina.
Menutup presentasinya, Ferina berharap kepada semua pemangku kepentingan yang hadir di Festival FKT IX agar lebih banyak melibatkan anak dan remaja ketika membahas kebutuhan mereka, “Mari kita memberi ruang aman dan nyaman kepada anak-anak agar mereka semakin banyak menghasilkan banyak ide perubahan yang bermanfaat untuk mereka dan juga sekitarnya,” pungkasnya.
Simak presentasi Ferina Futboe di FFKTI IX