Homecoming Workshop INSPIRASI cohort 2024
Homecoming Workshop INSPIRASI cohort 2024 berlangsung pada tanggal 7-12 Desember 2024 di Bali. Kegiatan dirancang untuk mendampingi sembilan orang peserta INSPIRASI cohort 2024 dalam menghadapi tantangan transisi kembali ke komunitas mereka setelah mengikuti program di Selandia Baru selama 12 minggu. Kegiatan ini mencakup sesi refleksi mendalam, penguatan keterampilan kepemimpinan, serta strategi mitigasi stres dan pengelolaan kesehatan mental.
Pada hari pertama, workshop dimulai dengan sesi Reverse Culture Shock, di mana peserta mengevaluasi kondisi emosional mereka setelah kembali ke Indonesia. Sebagian besar peserta menyatakan bahwa tingkat energi mereka hanya berada di angka 5 dari 10. Hal ini mencerminkan kerinduan yang mendalam terhadap pengalaman mereka di Selandia Baru, terutama lingkungan yang penuh kehangatan dan empati. Salah satu peserta bahkan mengungkapkan rasa sedihnya karena harus berpisah dari lingkungan yang baru saja membuatnya merasa nyaman dan dicintai. Ketika kembali ke Indonesia, banyak peserta merasa lingkungan kerja yang mereka hadapi sering kali toksik dan melelahkan, dengan minimnya empati dari orang-orang di sekitar. Kekhawatiran utama mereka adalah tekanan dari ekspektasi berlebih di komunitas yang mungkin sulit dipenuhi, sehingga bisa menguras energi dan mental mereka.
Sesi kedua pada hari pertama difokuskan pada Kesehatan Mental dan Strategi Self-Care. Melalui aktivitas mindful coloring, peserta diajak untuk berlatih meredakan stres dengan cara sederhana namun efektif. Aktivitas ini disambut dengan antusias, di mana peserta merasa mewarnai membantu mereka mengalihkan perhatian dari masalah dan memberikan ruang untuk relaksasi. Diskusi dalam sesi ini juga mencakup isu-isu kesehatan mental yang umum dialami pekerja NGO, seperti burnout, compassion fatigue, dan Exhaustion Disorder. Di akhir sesi, peserta memetakan strategi self-care pribadi mereka untuk menghadapi tantangan ke depan, seperti berolahraga, menulis jurnal, menonton film, berdoa, dan melakukan aktivitas lain yang relevan dan menyenangkan.
Hari kedua workshop berfokus pada tema kepemimpinan dan reintegrasi ke komunitas. Sesi pertama dimulai dengan permainan kelompok yang mendorong peserta untuk merasakan langsung pentingnya kepemimpinan dalam kerja tim.
Melalui refleksi dari permainan tersebut, peserta menyadari bahwa kepemimpinan yang efektif dan inklusif adalah kunci dalam menyelesaikan masalah. Mereka menekankan bahwa tanpa pemimpin, tim akan kehilangan arah, namun kepemimpinan yang otoriter justru menciptakan ketidaknyamanan di lingkungan kerja. Diskusi berlanjut pada konsep kepemimpinan berbasis komunitas, di mana peran kepemimpinan didistribusikan di antara anggota tim untuk mendorong perubahan bersama. Peserta merefleksikan gaya kepemimpinan yang ingin mereka terapkan dalam proyek aksi dan menyadari pentingnya membentuk tim yang solid untuk memastikan implementasi proyek berjalan dengan baik.
Pada sesi kedua hari kedua, peserta membahas Reintegrasi ke Pekerjaan Komunitas dan tantangan yang mungkin dihadapi saat menerapkan pembelajaran dari Selandia Baru. Banyak peserta menyatakan pentingnya memulai perubahan dari langkah kecil agar lebih mudah diterima oleh komunitas. Hambatan budaya dan sistem di Indonesia diakui sebagai tantangan signifikan, namun peserta menekankan pentingnya membangun hubungan baik dengan komunitas mereka. Mereka menyadari bahwa membangun kepercayaan harus dimulai dari lingkaran terdekat, seperti keluarga, sebelum meluas ke komunitas yang lebih besar.
Hari ketiga workshop berfokus pada Penguatan Komitmen Kembali ke Komunitas dan Keseimbangan Psikologis. Sesi pertama menggunakan alat Points of You sebagai sarana refleksi bagi peserta. Mereka diajak untuk meninjau kembali perjalanan yang telah mereka lalui, termasuk tantangan pribadi, keluarga, serta peluang yang telah mereka terima terkait pekerjaan mereka. Refleksi ini membantu peserta memperjelas visi dan memperkuat komitmen mereka untuk kembali ke komunitas, sekaligus menyusun langkah-langkah nyata dalam mewujudkan tujuan mereka.
Sesi kedua dipandu oleh fasilitator Padma, yang memberikan pendekatan psikologis untuk membantu peserta mengenali dan memprioritaskan perasaan mereka. Dalam sesi ini, peserta diajarkan untuk memahami diri mereka terlebih dahulu sebelum mencoba memahami komunitas yang mereka layani. Padma menekankan pentingnya memprioritaskan kesejahteraan diri agar peserta mampu membantu orang lain secara efektif. Peserta menyadari bahwa menyeimbangkan perasaan dan pemikiran adalah kunci untuk menjaga stabilitas emosional dalam menghadapi tantangan.
Secara keseluruhan, workshop ini berhasil memberikan ruang refleksi, pembelajaran, dan dukungan emosional bagi peserta. Setiap sesi dirancang untuk membangun keterampilan mitigasi stres, kepemimpinan yang inklusif, serta komitmen kuat untuk membawa perubahan positif ke komunitas mereka. Dengan strategi praktis dan pemahaman mendalam yang mereka peroleh, peserta diharapkan mampu mengatasi hambatan budaya dan sistem serta menerapkan visi kerja mereka dengan langkah-langkah yang realistis dan berkelanjutan.