INSPIRASI BaKTI Virtual “Menari dengan Tabuhan Gendang Sendiri: Penggerak Perubahan dari Desa”
Dalam mendukung pelaksanaan UU Desa, pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk penyaluran dana desa yang bertujuan untuk membiayai pembangunan di seluruh desa di Indonesia. Hal ini membuat pemerintah desa dapat menjalankan kewenangan mereka untuk membangun desanya masing-masing sehingga upaya pemerintah ini akan memprioritaskan pembangunan desa. Sesuai dengan data Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, dari total 74.045 desa, sebanyak 39.091 atau setengahnya dalam status masih tertinggal. Sementara sejumlah 17.268 desa adalah dalam status sangat tertinggal. Hal ini mengindikasikan bahwa perdesaan sangat perlu untuk dikembangkan dengan cepat untuk menyelesaikan permasalahan ketertinggalan di suatu daerah. Pemerintah memiliki prioritas untuk mengawal UU Desa untuk dilaksanakan dalam pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pengembangan kawasan perdesaan. Desa menjadi sebuah prioritas bagi Pemerintah Indonesia untuk dibangun sehingga dengan berkembangnya desa-desa di Indonesia akan berdampak kepada majunya bangsa Indonesia.
BaKTI sebagai lembaga yang berfokus pada pertukaran pengetahuan tentang program pembangunan di kawasan timur Indonesia memfasilitasi pertukaran ide dan pengalaman dari perspektif KTI dalam melahirkan inovasi sosial. Beragam cerita positif dan praktik baik khususnya dalam membangun desa diharapkan dapat menjadi inspirasi dan pembelajaran yang dapat memotivasi pemimpin dan masyarakat desa lain di Indonesia untuk melahirkan inovasi-inovasi sosial di lingkungannya serta memberi harapan bagi masyarakat agar tetap semangat untuk dapat bersama terus membangun desa.
Untuk menjalankan peran memfasilitasi pertukaran pengetahuan, BaKTI menggelar pertemuan virtual INSPIRASI BaKTI dengan tema Menari dengan Tabuhan Gendang Sendiri: Penggerak Perubahan dari Desa yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom dan live di YouTube BaKTI Foundation, tanggal 17 Desember 2020 lalu. Empat narasumber penggerak dari desa, berkesempatan sharing inisiatif cerdas maupun inovasi sosial di tingkat desa dalam membangun desanya yaitu:
1. Ferdinandus Watu (Kepala Desa Detusoko Barat, Kab.Ende - NTT)
2. Lukman (Kepala Desa Pattaneteang, Kab Bantaeng – Sulsel)
3. Murniati (Kepala Desa Kassi, Kab Jeneponto - Sulsel)
4. Sry Yuliana (Kader Posyandu & Sekretaris KK Labuhan Haji – Lotim , NTB)
Alokasi Dana Desa yang Berperspektif Perempuan
Ibu Sry Yuliana mendorong lahirnya Perdes Perlindungan Perempuan dan Anak di Desa Labuhan Haji, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Berangkat dari potensi pariwisata pantai yang terletak di Desa Labuhan Haji di Lombok Barat, dengan maraknya pengunjung pariwisata membawa berkah sekaligus masalah. Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dialami oleh para pekerja perempuan dan anak. Selain itu, kehadiran tempat hiburan malam, membuka peluang terjadinya kasus human trafficking, KDRT, selain itu banyak perempuan yang melakukan migrasi tidak aman demi mencari pekerjaan di luar negeri. Muncullah pemikiran, penting dilakukan sosialisasi dan masyararakat khususnya perempuan agar mereka tahu hak-hak mereka, perlindungan yang akan mereka terima jika terjadi kekerasan atas dirinya.
Berbagai advokasi dilakukan oleh kelompok konstituen Labuhan Haji, melalui diskusi-diskusi di desa seperti Musrenbangdes. Penguatan kapasitas kelompok konstituen dan aparat pemerintah desapun turut dilakukan untuk menyuarakan permasalahan yang dihadapi oleh perempuan, mendorong kesadaran kaum perempuan dan aparat pemerintah yang ada di desa agar melakukan perubahan pembangunan di desa yang berperspektif perempuan dan anak. Sehingga membuahkan lahirnya Perdes No. 4 Tahun 2019 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak. Melalui Perdes ini menjadi acuan bersama seluruh pihak di desa dalam menjalankan peran masing-masing dalam mengatasi permasalahan perlindungan perempuan dan anak yang ada di desa.
Tantangan yang muncul diawal hadirnya Perdes ini adalah adanya dugaan bahwa Perdes ini akan menghambat pembangunan pariwisata di desa. Dengan pendampingan dan sosialisasi yang menyeluruh, menyadarkan masyarakat bahwa hadirnya Perdes ini tidak hanyak melindungi perempuan dan anak di desa namun juga memberi rasa nyaman dan perlindungan bagi wisatawan yang masuk ke desa.
Untuk meyakinkan aparat desa, Ibu Sry bersama kelompok konstituen menunjukkan data-data akurat, data kekerasan terhadap perempuan dan anak, data trafficking, data perkawinan anak. Kehadiran perwakilan kelompok konstituen di masing-masing dusun, memudahkan dalam melakukan pendataan dan pendampingan jika terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kami secara langsung menyampaikan kepada aparat desa, dinas pemerintah terkait, jika terjadi kasus kekerasan dan permasalahan perempuan lainnya.
Seiring berjalannya waktu, dukungan datang dari berbagai pihak bukan hanya dari masyarakat dan aparat di desa, melainkan dari seluruh elemen pemerintah daerah, dinas-dinas terkait, pengusaha/sector swasta, hingga kepolisiaan turut mendukung kami. Kepercayaan dari desa kepada kelompok konstituen untuk menangani LKMD yang khusus menangani perempuan selama 3 tahun terakhir dan tim penyusun APDesa. Hal ini dimanfaatkan dan disambut baik, terbukti dengan adanya keberpihakan ini, berbagai program yang berprespektif perempuan tengah digalakkan di desa. Seperti program Kesehatan reproduksi, kelas ibu hamil, Ibu balita, kelengkapan prasarana Posyandu. Sosialisasi pendampingan UU KDRT, perlindungan anak. Di bidang kemandirian ekonomi, sejumlah pelatihan digelar, seperti pengelohan rumpput laut, menjahir, pembuatan terasi udang, anyaman bambu yang diharapkan meningkatkan kemandirian perempuan di desa.
Tantangan kami ke depannya, Perdes ini akan menjadi pintu masuk dalam mendorong lahirnya program yang melindungi perempuan dan anak. Kelompok konstituen yang telah dibangun, akan terus bekerja melakukan pendampingan dan memastikan dukungan
Harapannya semakin meningkatkan pengetahuan di desa akan mengurangi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di desa dan mandiri secara ekonomi. Untuk berdaya, perempuan harus memiliki keberanian dan kemampuan menyampaikan suara mereka.
Pengelolaan Keuangan Desa
Ibu Murniati, Kepala Desa Kassi Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan. Berbagi pengalaman mengelola keuangan desa, pendekatan memastikan pengelolaan keuangan desa yang tepat sasaran dengan tetap memenuhi regulasi yang ada. Menjabat 2 periode sebagai kepala desa, di bawah kepemimpinan belilau Desa Kassi juga menerima penghargaan Pengelolaan Keuangan Desa Terbaik dan Desa Bebas Buang Air Besar Sembarang Tempat atau ODF (Open Defecation Free).
Desa Kassi merupakan salah satu dari 12 desa yang ada di Kecamatan Rumbia dengan jumlah penduduk 2.650 jiwa, berada di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Di tahun 2019, Desa Kassi memperoleh penghargaan sebagai desa dengan pengelolaan keuangan terbaik di Jeneponto. Ada beberapa kunci yang harus diterapkan dalam pengelolaan keuangan desa; Pertama, mengikuti regulasi yang ada, dalam penyusunan dana desa maupun ADD senantiasa mengikuti aturan yang telah ditentukan oleh pusat maupun kabupaten masing-masing. Kedua, tidak mencari keuntungan pribadi/korupsi dana desa. Ketiga, transparasi. Informasi pemanfaatan dana desa harus dilaksanakan secara terbuka, transparan kepada seluruh warga desa tanpa terkecuali. Sehingga para warga secara aktif ikut berpartisipasi mengusulkan kegiatan yang ada di desa baik itu yang dimulai dengan musyawarah dusun maupun Musrenbangdesa. Keempat, pemanfaatan potensi sumber daya alam dan SDM dalam pelaksanaan pembangunan di desa.
Tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan keuangan desa yaitu keterbatasan sumber daya manusia aparat desa. Aplikasi Siskudes, perlu dipahami secara baik oleh aparat desa. Kualitas SDM Pembina pemerintah desa dari tingkat provinsi hingga kabupaten maupun kecamatan memiliki pendekatan yang berbeda-beda, untuk itu dibutuhkan komunikasi yang aktif dari kepala desa kepada Pembina. Pemerintah desa aktif melakukan komunikasi termasuk mengunjungi kantor inspektorat kabupaten untuk belajar mengelola keuangan desa yang transparan dan akuntabel.
Pada periode pertama menjabat kepala desa, Desa Kassi dianugerahi Desa Bebas Buang Air Besar Sembarang Tempat. Sebelumnya, warga desa Kassi sering kali mengalami diare, gangguan tenggorokan dan batuk. Setelah dilakukan kajian, ditemukan penyebabnya yaitu kebiasaan BAB sembarang tempat. Akhirnya, tim penyusunan RPJMNdes dan Musrenbang desa yang menyerap aspirasi masyarakat desa mengusulkan untuk pengadaan jamban. Kami juga terus menerus melakukan sosialisasi dibantu kader PKK dan Posyandu kepada masyarakat untuk tetap menjaga kebersihan lingkungan.
Anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan di desa Kassi betul-betul dialokasikan untuk pembangunan di Kassi dengan melibatkan seluruh unsur penting di masyarakat. Tentunya hasil pembangunan, dinikmati bersama seluruh lapisan masyarakat.
Membangun Desa Pattaneteang Berbasis Data Spasial Menuju Kemandirian
Pak Lukman, Kepala Desa yang memiliki pendekatan unik. Berkomitmen membangun desa Pattaneteang berbasis data spasial bertujuan untuk kemandirian. Kabupaten Pattaneteang terletak di ketinggian 800-1700 di atas permukaan laut. Berangkat dari tidak ada pangkalan data (data spasial, data sosial, data lintas sektoral) yang disusun dalam sistem pangkalan data terintegrasi (GIS) sehingga desa susah membuat perencanaan pembangunan di tingkat desa. Desa ini awalnya adalah desa sangat tertinggal, karena itu niat berprestasi menjadi dasar bagi kami untuk bekerja. Kami sadar itu harus dimulai dari data. Data yang bisa terolah, tersistematis , dan teknologinya di kuasai oleh orang desa yang disusun dalam Sistem Inforrmasi Desa (SID).
Kami percaya, data adalah kunci dalam membangun. Data memberi informasi dan kebijakan yang diperlukan oleh desa. Jenis data dalam SID :
Data Spasial
Memuat data spasial (keruangan) desa , daerah rawan bencana, tofografi, jenis tanah.
Data Sosial
memuat data dasar kependudukan, data pendidikan, data elektrisitas, data pertani, data pendidikan, data sejarah desa, data pengangguran dan tingkat pendapatan warga
Data sektoral
data kehutanan , data pertanian dan data kemiskinan
Dalam konteks membangun desa, perlu ada acuan dalam melihat dan menentukan arah kebijakan pembangunan. Hasil dari capaian peta spasial, data spasial, data sectoral kemudian dibuat ke dalam peta desa yang dimuat di website website desa https://desapattaneteang.id selain itu buku dan profil desa serta RPMJD Desa. Poin pentingnya adalah system pengembangan data padat karya tunai. Di awal ada kebijakan, desa harus melaksanakan program padat karya tunai, dengan merangkul anak muda dan diperoleh berbagai masukan salah satunya adalah pemetaan spasial yang dibuat ke dalam buku Desa Pattaneteang 2019, yang merupakan hasil pendataan dan pemetaan desa yang dilakukan oleh Desa Pattaneteang. Berikut tahapan kemandirian Desa Pattaneteang.
Apa yang dilakukan oleh Pak Lukman adalah mendudukkan kembali rasa kepemilikan dan tanggung jawab membangun desa tidak hanya berada di pundak pemimpin desa tetapi bersama-sama dengan masyarakat. Selain itu melakukan revieu program-program nasional hingga kabupaten agar selaras dengan program yang direncanakan Desa Patteneteang. Ada upaya open access untuk pangkalan data yang dapat diakses oleh seluruh warga, dengan menjalankan perencanaan-perencanaan tematik agar pembangunan lebih terfokus. Walau di tahun 2016 Desa Pattaneteang masih termasuk kategori desa tertinggal namun di tahun 2019 berhasil menjadi desa mandiri berdasarkan indeks desa membangun.
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa : Belajar Bersama BUMDES Au Wula
Berangkat dari Analogi bahwa Desa adalah Halaman Depan Indonesia, jika ingin membangun Indonesia harus mulai dari Desa. Ferdinandus Watu, Kepala Desa Detusoko Barat, Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur. Detusoko Barat adalah salah satu desa di Kabupaten Ende yang terletak di bawah Kaki Gunung Kelimutu, 33 Km dari Arah Ende Menuju Maumere. Letaknya strategis karena tepat di tengah jalur utama Trans Flores, dan menjadi jalur keluar masuk wisatawan dari dan Menuju Danau Kelimutu.
Dengan penduduk 213 kepala keluarga dan 734 jiwa, 95% petani yang didominasi oleh kopi, hortikultura, dan padi bekerja mewujudkan misi desa membangun infrastruktur ekonomi masyarakat dan menciptakan aneka produk dan jasa unggulan dari desa dengan berpijak pada pertanian dan pariwisata Melalui “BUMDES” sebagai penggerak ekonomi warga.
Di awal terdapat beberapa permasalahan di desa, dilihat dari mindset, kemitraan, susahnya mengakses modal, anak muda yang lebih memilih berkarir di ibukota. Belum lagi dalam musyawarah desa, 90% warga mengusulkan pembangunan fisik, ditambah dengan regulasi yang belum sinkron antara pusat dan daerah. Adanya komunitas/multiorganisasi di level desa pun turut menghambat pembangunan, terakhir hilangnya beberapa varietas benih lokal. Kemudian terbentuklah Bumdes Au Wula Desa Detusoko Barat sejak 21 Agustus 2017 dan diperkuat melalui Peraturan Desa Detusoko Barat Nomor 04 Tahun 2017 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dengan dua unit Usaha berupa Perdagangan dan Pariwisata. Di bidang pariwisata, Bumdes mengembangkan homestay, agrowisata dan edu tur. Untuk perdagangan, Bumdes mengembangkan pemasaran produk padi, kopi, hortikultura. Bumdes menciptakan berbagai produk unggulan seperti kopi Detusoko, beras merah dll, mulai dari packaging paska panen hingga ke pemasaran bahkan ke segmen pasar premium.
Homestay yang dikembangkan dengan memanfaatkan 1 kamar di rumah penduduk, dengan berbagai standarisasi yang diterapkan agar wisatawan nyaman di rumah penduduk. Wisata atraksi juga dikembangkan, dengan prinsip wisatawan yang datang sebagai tamu dan pulang sebagai keluarga dengan menjual kehidupan sehari-hari warga sebagai atraksi wisata seperti menanam padi, memetik kopi dan berbagai kegiatan ritual adat.
Untuk mendukung itu, Bumdes melaksanakan berbagai pelatihan kewirausahaan untuk memotivasi anak-anak muda kembali ke desa memanfaatkan dan mengelola potensi desa. Sejak pandemic COVID-19, pasar tradisional ditutup mengalami kesusahan bagi petani untuk menjual produk ke pasar. Akhirnya bekerja sama dengan Kementerian Desa menyediakan platform digital yang disebut http://dapurkita.bumdesmart.id sebagai toko online berbasis whatsapp dan telah berjalan 7 bulan dan telah digunakan oleh 170 toko online di seluruh Indonesia. Selain itu, Bumdes juga mengembangkan aplikasi digital Detusoko Ecotourism dan saat ini telah bekerja sama dengan Bank NTT transaksi E-Wallet Sayuran dan Aneka Produk Bumdes begitupun dengan pembayaran pajak.
Detusoko Barat memiliki prinsip, untuk saling berbagi pengalaman dengan desa-desa lain baik pertemuan online maupun offline agar dapat membangun bersama. Bumdes sebagai ‘ruang tengah’ menjembatani usaha yang ada di desa dengan menggunakan pasar berbasis online serta mendorong transaksi digital di desa.
Berbagai upaya telah dilaksanakan untuk mengatasi tantangan pembangunan desa. Ada banyak kisah dan upaya inspiratif yang tengah dikerjakan pemerintah dan masyarakat desa dengan memanfaatkan potensi dan aset yang dimiliki. BaKTI percaya, banyak praktik-praktik baik atau inovasi sosial yang dilakukan dengan cara-cara khas Kawasan Timur Indonesia dalam membangun desa yang dilakukan oleh pemimpin dan masyarakat desa dengan semangat kerjasama, gotong royong, dan optimisme.
Untuk mengikuti diskusi lebih lengkap, kunjungi tautan berikut ini https://youtu.be/-a43M-3i7u0