Maliki: Pengurangan Kemiskinan dan Relevansi Data Mikro Tingkat Desa
Di panggung inspirasi, Maliki (Plt. Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan/Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, BAPPENAS) berbagi tentang perkembangan Registrasi Ekonomi dan Sosial (Regsosek). Program yang menghimpun data-data utama kondisi sosial ekonomi masyarakat ini diharapkan menjadi data tunggal atau satu data untuk berbagai program pemerintah agar lebih terintegrasi, tidak tumpang tindih dan lebih efisien.
Mengawali presentasinya, Maliki memberikan gambaran tentang pentingnya data dalam program pembangunan. Ia memberikan contoh data prevalensi balita stunting di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang merupakan tertinggi nasional, yaitu 37,8%. Hal yang kerap menjadi tantangan ketika menggunakan data tersebut untuk sebuah program adalah sulitnya menentukan target sasaran. “Ada banyak program yang dilakukan untuk intervensi stunting namun sulit menentukan dengan pasti siapa dan di mana mereka, kerap ada ketidakcocokan data nasional dengan apa yang harus dilakukan di tingkat daerah,” ujar Maliki.
Maliki lantas menjelaskan bahwa Indonesia memiliki data melimpah, baik data makro atau mikro. Namun, data-data tersebut terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Maliki mengibaratkannya seperti potongan keju yang berlubang-lubang. Data sektoral seperti Dapodik, Data BPJS, SDGs Desa, Riskesda, dan sebagainya meski mencakup informasi yang spesifik secara sektoral, namun tidak dapat menunjukkan secara spesifik di mana dan siapa mereka. Sementara data DTKS dan P3KE belum dapat mencakup keseluruhan penduduk dan memiliki keterbatasan variabel. Begitu pula dengan data Dukcapil yang sudah mencakup seluruh penduduk namun informasi tentang kesejahteraan sangat terbatas.
Belajar dari kasus pemberian bantuan saat pandemi COVID-19 yang lalu, banyak terjadi tumpang tindih sehingga program tidak efisien. Oleh karena itu dibutuhkan data yang mampu mengintegrasikan seluruh data sektoral. Melalui program Regsosek inilah diharapkan dapat menjawab kebutuhan tersebut.
Regsosek juga merupakan bagian dari upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Republik Indonesia saat Pidato RUU APBN Tahun Anggaran 2023 pada 16 Agustus 2022, yaitu perlu dilakukan reformasi program perlindungan sosial diarahkan pada perbaikan basis data penerima melalui pembangunan data Regsosek serta percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Maliki menekankan bahwa Regsosek bukan untuk menghilangkan data-data sektoral, namun dari data tersebut kemudian diolah menjadi satu data yang konsisten. Bappenas mendapat dukungan dari UNICEF untuk mengembangkan metodologi dan implementasi pengolahan data tersebut dalam program Regsosek.
Hasil uji coba di beberapa wilayah menunjukkan bahwa Regsosek dapat digunakan dengan konsisten oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Desa (Pemdes). Bahkan Pemda dan Pemdes yang memiliki data tersebut terbukti memiliki kemampuan untuk melakukan perencanaan jauh lebih baik “Data yang ada pada mereka bisa menentukan kira-kira titik mana yang harus dibangun sanitasi, menunjukan siapa dan dimana yang perlu diintervensi,” ujar Maliki.
Hasil uji coba juga menunjukkan bahwa data Regsosek menunjukkan konsisten dengan data sektoral yang ada, bahkan data tersebut dapat menunjukkan status kesejahteraan berdasarkan nama dan alamatnya. “Ini memberikan justifikasi bahwa tingkat kesejahteraan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, kami mengecek kembali dengan data makro dari Susenas, konsistensi itu hampir 98%,” Maliki menjelaskan.
Regsosek mencakup aspek sosial ekonomi kepemilikan aset, rumah, kondisi kerentanannya, info geospasial, status kemiskinan mulai dari ekstrem, miskin, rentan, dan lainnya, sehingga dapat diketahui siapa saja yang berhak mendapatkan bantuan dan dalam bentuk apa sesuai kebutuhannya. “Data ini cukup powerful dan dapat digunakan di desa untuk mengembangkan inovasi sebab data tersebut bukan hanya memberikan profil tapi juga analisis apa saja potensinya, data tersebut dapat menjadi rumusan kebijakan, ini sudah diujicobakan di desa untuk memastikan pembangunan apa dan di mana yang harus diintervensi,” kata Maliki.
Menutup presentasinya, Maliki berharap data-data dalam Regsosek ini dapat digunakan dengan baik oleh semua pihak, baik kementerian sektoral, pemerintah daerah, hingga pemerintah desa.
Simak presentasi Maliki di FFKTI IX