Menari dengan Tabuhan Gendang Sendiri : Adaptasi Kebiasaan Baru untuk KTI
Menari dengan tabuhan gendang sendiri, adaptasi kebiasaan baru untuk Kawasan Timur Indonesia
Menari? Dalam situasi seperti ini?
Pandemic telah membuat kita berhenti sejenak, terpekur, dibuat kalang kabut.
Ada begitu banyak upaya yang kita lakukan dalam melalui masa sulit ini, ada banyak pula hal-hal baru yang harus kita kerjakan di halaman kita sendiri.
Ini yang harus kita kerjakan, bahwa masa pandemic yang serba sulit ini telah membuat kita bisa melihat apa yang kita miliki di tangan kita sendiri, apa yang kita punyai sebagai kekayaan halaman kita sendiri.
Prolog dari Luna Vidya, mengantar kita memasuki Web Seminar Forum KTI – BaKTI yang dilaksanakan Rabu, 9 September lalu yang dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom dan streaming melalui platform YouTube dan Facebook Yayasan BaKTI.
Berangkat dari pemikiran bahwa tantangan pandemi COVID-19 tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia dan banyak negara di dunia. Pandemi ini berdampak besar pada tatanan hidup berbangsa yang berpengaruh pada berbagai sektor pembangunan seperti sosial, ekonomi, budaya, kesehatan dan pendidikan. Berbagai upaya tengah dilaksanakan untuk mengatasi tantangan tersebut. Di tengah badai ini, ada banyak kisah upaya inspiratif yang tengah dikerjakan berbagai lapisan masyarakat dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. Tak jarang aksi kebaikan yang dilakukan satu orang menular ke yang lain dan menjadi gerakan bersama untuk saling menolong dan bahkan melahirkan beragam inovasi sosial sebagai tanggapan atas situasi sulit yang tengah dialami.
BaKTI percaya, banyak praktik-praktik baik atau inovasi sosial yang dilakukan dengan cara-cara khas Kawasan Timur Indonesia dalam mengurangi dampak COVID-19 yang dilaksanakan
oleh kelompok masyarakat, pemerintah daerah dan berbagai pihak di KTI yang dilakukan dengan semangat kerjasama, gotong royong, dan optimisme. BaKTI sebagai lembaga yang berfokus pada pertukaran pengetahuan tentang program pembangunan di kawasan timur Indonesia memfasilitasi pertukaran ide dan pengalaman dari perspektif KTI dalam melahirkan inovasi sosial. Beragam cerita positif dan praktik baik ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan pembelajaran yang dapat memotivasi masyarakat untuk melahirkan inovasi-inovasi sosial lain di lingkungannya serta memberi harapan bagi masyarakat agar tetap semangat untuk dapat bersama keluar dari masa sulit ini. Untuk menjalankan peran memfasilitasi pertukaran ide dan pengalaman baik, di masa pandemi ini BaKTI bersama Forum Kawasan Timur Indonesia menggelar Webinar sekaligus dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 serta ulang tahun BaKTI yang ke 16 tahun.
Dalam Webinar ini, mengangkat 3 inisiatif cerdas yang dijalankan oleh para pihak yang berasal dari Kawasan Timur Indonesia yang berhasil menghadapi tantangan pembangunan di masa pandemic dan mampu beradaptasi dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk mampu beradaptasi terhadap kebiasaan baru.
Gotong Royong Pendidikan daerah 3T di Masa Pandemi
Ernestus Manase, Guru Honor SDI Jimbor Kabupaten Manggarai Barat berbagi cerita mengenai inisiatif yang dilakukan oleh pihak SDI Jimbor bersama pemerintah desa, orang tua siswa, komite dan pengawas sekolah, tokoh masyarakat bergerak bersama mencari solusi pembelajaran di masa pandemic agar anak-anak tetap mendapatkan pelajaran dan pendampingan dari guru tanpa tergantung jaringan internet yang berlaku kehadirannya untuk daerah 3T (Tertinggal, Terluar, Terdepan) dengan tetap mempertimbangkan keamanan dan protocol kesehatan dalam menjalankan aktifitas pembelajaran.
Berbagai cara dan inisiatif dilakukan oleh pihak sekolah yang didukung oleh orang tua siswa termasuk komite sekolah untuk tetap menjalankan pembelajaran dari rumah dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah siswa untuk memberikan pelajaran bagi murid-muridnya tentunya dengan tetap menerapkan protokol Kesehatan. Setiap harinya, guru-guru harus mengelilingi beberapa kampung, menyambagi dari rumah ke rumah untuk memberikan pelajaran bagi murid-muridnya.
Selain itu selama masa PBR pembelajaran dilakukan dengan membentuk kelompok belajar anak berdasarkan kedekatan rumah yang didampingi oleh kader, Kelompok Penerima Layanan (KPL) dan orang tua siswa. Guru akan mendatangi kelompok-kelompok belajar ini untuk memberikan pelajaran dan juga memberikan tugas-tugas. Peran orang tua justru sangat nampak dalam mendampingi anak atau kelompok belajar anak yang nanti didatangi oleh guru-guru. Karena keterbatasan jumlah guru, kegiatan BDR tidak dapat dilangsungkan untuk siswa yang tinggal di tempat yang terlalu jauh dari sekolah.
Saat ini di SDI Jimbor, sekolah bekerja sama dengan puskesmas untuk melakukan kunjungan ke kelompok belajar dan memeriksakan kesehatan anak-anak..
Virtual Tour: Adaptasi Kebiasaan Baru Sektor Pariwisata
Sektor pariwisata menjadi salah satu sector yang paling terdampak pandemic COVID-19. Iben Yuzenho Founder dari Sebumi.id berbagi inspirasi menjalankan virtual tour sebagai salah satu adaptasi berwisata baru di masa pandemi. Sebumi sebagai salah satu wirausaha sosial yang memiliki misi memberikan edukasi melalui terkait konservasi dan upaya hidup berlanjut. Melalui kegiatan pembelajaran langsung di alam. Salah satunya melalui eko wisata. Sebumi percaya dengan melebarkan sudut pandang kita dalam melihat segala sesuatu dan juga berkontribusi dalam upaya menjaga kelestarian alam. Tagline yang diusung oleh Sebumi.id adalah travel to connect, percaya bawah travel akan mengkoneksi dengan alam, orang khususnya pihak yang menjadi destinasi wisata, dan terakhir connect dengan diri sendiri.
Memasuki abad virtual, di mana kita melakukan segala aktifitas secara virtual. Data menyebutkan bahwa 57% orang beraktifitas di dalam rumah semasa pandemic dan di sini lain aktifitas virtual meningkat pesat. Bagaimana dunia wisata bisa survive sebelum masa ini akan datang? Di sini Sebumi.id melihat peluang untuk Virtual Tour sebagai salah satu adatasi terhadap kebiasaan baru di masa pandemic.
Virtual adalah perjalanan wisata ke suatu destinasi yang dilakukan melalui perantara teknologi informasi, komputer dan jaringan. Blessing in disguise bahwa penggunaan teknologi memungkinkan kita untuk tetap melakukan wisata virtual dan ini membuka pintu peluang untuk banyak hal, antara lain (1) potensi ekonomi wisata virtual, (2) edukasi wisata-budaya, dan (3) konservasi alam - khususnya di destinasi wisata. Pandemi membuka mata tentang pentingnya ekowisata sebagai kenormalam baru dalam berwisata. Hal ini merupakan peluang baru untuk bangkit dan eksis di abad virtual.
Riset dan Inovasi Biomolekuler sebagai Tanggap Darurat COVID-19 di NTT
Pandemi COVID-19 melahirkan pertanyaan besar “Siapkah kita menghadapi pandemi di masa yang akan datang?” di tengah keunikan yang dimiliki oleh kita di Indonesia Timur, kita mampu mengeksplore berbagai keanekaragaman hayati tumbuhan melalui riset salah satunya menggunakan biomolekuler. Tools yang sama dapat digunakan dalam dunia Kesehatan.
Fima Inabuy, PhD – Ilmuwan Biomolekuler bersama Forum Academia NTT berbagi cerita menginspirasi bagaimana para ilmuwan bergerak bersama mendorong lahirnya lab biomolekuler di NTT. Di Kawasan Timur Indonesia, banyak penyakit endemik yang menular lewat virus tidak tertangani karena minim teknologi biomolekuler. Tes PCR - dan teknologi biomolekuler sangat penting untuk menekan laju penularan penyakit endemik (malaria, DBD) dan pandemi COVID-19 dan mengurangi jumlah korban meninggal. Ini perlu dipikirkan bagaimana mengembangkan tools deteksi dini untuk mengurangi resiko yang lebih besar.
Untuk itu diperlukan lab biomolekuler sebagai alat tes, alat ukur yang pada dasarnya menjadi ketahanan kita untuk menghadapi pandemic di masa yang akan datang,
Forum Academia NTT menggagas berdirinya laboratorium biomolekuler dengan menggerakkan/melatih volunteer yang berasal dari akademisi dan peneliti KTI , melakukan inovasi salah satunya bilik sterilisasi. Gagasan membangun lab Biomolekuler dimulai sejak Mei 2020 dengan menjaring kerja sama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah, perguruan tinggi, masyarakat dan pengusaha.
Sejak Juni kemarin, pemerintah NTT mengumumkan New Normal. Salah satu prasayarat untuk menerapkan new normal apabila positivity ratenya lebih kecil dari 5% selama 2 minggu berturut-turut. Untuk mencapai itu, setidaknya diperlukan 5000 tes setiap minggunya. Saat ini di NTT kurang dari 100 tes per hari dan 500 tes pe minggu (10% dari yang disyaratkan oleh WHO) sehingga ada metode untuk mengatasi ini yaitu dengan mengadakan pool test. Pada prinsipnya Pool Test adalah suatu metode tes yang menggabungkan banyak sampel sekaligus dalam satu kumpulan (pool) sampel atau satu reaksi yang sama, agar hasilnya dapat diihat dalam waktu yang lebih cepat, cakupan yang lebih luas (skala komunal, bukan individual) dan biaya tes yang lebih terjangkau.
Adaptasi Kebiasaan Baru untuk KTI
Keynote Speech dari Bapak Samsul Widodo Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI menanggapi mengenai tantangan pembelajaran daring di daerah 3 T di masa pandemi. Dari awal 2018 isu tidak adanya guru di daerah 3T sudah menjadi tantangan tersendiri, dan saat ini tantangannya bertambah bertambah karena kendala jaringan internet. Kemendesamemiliki Pilot Project online yang diofflinekan. Bagaimana dengan tantangan keterbatasan guru dan pembelajaran tetap berjalan, dipecahkan dengan aplikasi HaloHola, sebuah aplikasi yang dikembangkan oleh start up. Proses kerjanya dengan mendownload semua materi pembelajaran didukung oleh aplikasi Zenius dan Quipper kemudian dimasukkan ke dalam 1 alat yang mampu memancarkan sinyal WIFI yang tanpa pulsa, selama ada listrik dan akan dipancarkan ke kelas-kelas tanpa kabel sekalipun. Alat ini pula mampu menampung 1000 video dan 10.000 e-book. Ini bisa menjadi salah satu alternatif. Terbukti di beberapa pilot project bisa membawa dampak signifikan.
Solusi lainnya untuk Pembelajaran Jarak Jauh bagi desa yang sudah ada sinyal namun belum ada koneksi internet dapat bekerjasama dengan Bumdes dan Internet Service Provider untuk memasang Wifi di rumah warga atau di tempat umum di desa, dan dapat dijadikan unit usaha di desa. Bisa pula menggunakan dana desa untuk membayar koneksi jaringan. Ada beberapa solusi tergantung dari kondisi dari masing-masing desa.
Berbagai upaya kami lakukan untuk Indonesia Timur. Di masa pandemic, terkait dengan terpuruknya ekonomi lokal. Di mana banyak pedagang lokal, distributor kebutuhan bahan pokok yang kehilangan pasar karena pandemic, Dirjen PDT Kemendesa akhirnya membuat pilot project bekerja sama dengan Desa Detusoko, Kabupaten Ende NTT membuat aplikasi. Whatapp Store www.dapurkita.bumdesmart.id platform aplikasi online yang digunakan untuk memasarkan produk lokal yang dapat diakses melalui gawai dengan mudah. Saat ini telah menjangkau seluruh desa di Ende dan telah membuka cabang ke Maumere. Kesuksesan ini akan dilanjutkan dengan membuat 100 toko online desa di seluruh desa sebagai salah satu adaptasi kebiasaan baru. Pendampingan terus dilakukan untuk melakukan perbaikan, memperbarui produk, melakukan pemasaran.
Ada banyak komoditas eksotis yang kita lupakan dan ini harus digarap bersama. Mari kita kerjakan bersama-sama.
Saksikan rekaman webinar ini melalui tautan https://www.facebook.com/YayasanBaKTI/videos/1430987700426249
Webinar ini menjadi ajang tukar solusi dan pengalaman antar pelaku pembangunan dalam menghadapi pandemic dengan memanfaatkan dan memaksimalkan potensi diri untuk dapat beradaptasi pada kebiasaan baru karena setiap kita memiliki peran penting dalam melalui masa sulit ini. Dalam Webinar ini peserta dapat belajar dan menyerap praktik baik untuk mendorong pembelajaran dari inisiatif cerdas maupun inovasi sosial oleh para pelaku pembangunan dan mendorong meningkatnya kreativitas masyarakat untuk menjawab tantangan yang tengah dihadapi saat ini.
Indonesia Tanah Beta, Kami dari Indonesia Timur berhak mengatakan hal yang sama
Dengan kepala tegap, dada membusung, sekalipun punggung kami berkala matahari
Siang ini, gendang adalah cerita tentang sumber daya, keunikan, keunggulan yang kita miliki di tempat2 tersembunyi
Siang ini, gendang adalah pemberian, yang mau atau tidak mau ada di depan mata, terletak di halaman kita untuk kita kerjakan.
Untuk tanah seluas Kawasan Timur Indonesia, yang kita butuhkan adalah orang-orang yang berani mengambil pijakan di aatas bunyi gendang kemudian menari
Percayakah Bapak/Ibu semua bahwa Ketika gendang pakkanjara ditabuh dengan riuh gempita itu untuk itu memberikan landasan bagi tarian Pakkerena yang bergerak dengan lamban
Kita mungkin terlihat lamban, tapi inilah kita dengan kekuatan, kemampuan kita akan menjadi masa depan Indonesia
Mari menari dengan gendang kita sendiri
Mari Menjadi Tempat Indonesia berbalik, sungguh di timur di mana matahari terbit ada hal-hal yang bisa menjadi inspirasi.
(Luna Vidya, September 2020)