Mengintegrasikan Perspektif GEDSI dalam Penelitian, Mendorong Perubahan Sosial dari Timur Indonesia

“Peneliti menghasilkan pengetahuan melalui proses penelitian, di mana hasilnya berkontribusi dalam mengubah persepsi, pemikiran, perilaku, serta tindakan masyarakat.” Demikian disampaikan oleh Ibu Marilyn Metta, Head of GEDSI and Partnership Unit KONEKSI, dalam sambutannya pada pembukaan GEDSI Writing Training bagi anggota Jaringan Peneliti Indonesia Timur, Provinsi Papua Barat. Dalam kesempatan tersebut, beliau juga menegaskan bahwa salah satu strategi efektif KONEKSI untuk mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat adalah dengan mendorong integrasi prinsip Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI) dalam setiap tahapan penelitian, mulai dari desain hingga diseminasi hasil.

Pelatihan ini berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 26 hingga 28 Mei 2025, di Kota Manokwari. Sebanyak 33 peneliti mengikuti kegiatan ini, terdiri dari 20 peneliti perempuan, 13 laki-laki, dan 3 diantaranya merupakan peneliti disabilitas. Peserta mayoritas berasal dari Universitas Papua (UNIPA), partisipan institusi lain seperti STKIP Muhammadiyah, BRIDA, serta perwakilan penyandang disabilitas yang tergabung dalam jaringan SABDA.

Tujuan utama pelatihan ini adalah untuk memperkuat pemahaman peserta mengenai prinsip GEDSI melalui pendekatan interseksional. Pendekatan ini menekankan pentingnya melihat berbagai bentuk ketimpangan berdasarkan gender, disabilitas, usia, lokasi geografis, etnis, dan status sosial ekonomi sebagai faktor yang saling terkait/interseksionalitas dalam menciptakan ketidakadilan sosial. 

Materi pelatihan disampaikan oleh empat trainer berpengalaman, yaitu Lies Marcoes, Nurhady Sirimorok (Universitas Hasanuddin), Prof. Kathryn Robinson (Australian National University/ANU), dan Salman Samir (BaKTI). Para trainer memberikan kombinasi materi teoritis dan praktis, dimulai dari pengenalan konsep GEDSI hingga strategi menuliskannya dalam bentuk artikel ilmiah maupun tulisan populer. Konsep GEDSI diperkenalkan tidak hanya sebagai perangkat analisis, tetapi juga sebagai kerangka ideologis yang mendasari keseluruhan proses penelitian yang inklusif dan transformatif.

Untuk mendalami teknik penulisan, peserta dibagi ke dalam dua kelas: kelas penulisan artikel jurnal yang difasilitasi oleh Prof. Kathryn Robinson dan Salman Samir, serta kelas penulisan populer yang dipandu oleh Lies Marcoes dan Nurhady Sirimorok. Pembagian ini memungkinkan peserta memilih pendekatan penulisan yang sesuai dengan minat dan latar belakang akademik mereka.


Salah satu peserta, Ibu Agustina Sylvanie Mori Muzendi, dosen dan peneliti dari UNIPA, mengungkapkan bahwa penulisan populer merupakan pengalaman baru baginya. Selama ini, ia terbiasa menulis artikel untuk jurnal ilmiah yang hanya dibaca oleh kalangan akademik dan sering kali diarahkan pada kepentingan institusional. “Sebaliknya,” ujarnya, “tulisan populer memiliki potensi yang lebih besar untuk menjangkau masyarakat luas dan menyuarakan isu-isu yang selama ini tersembunyi, terutama terkait GEDSI.”

Senada dengan itu, Bapak Albertus Girik Allo, juga peneliti dari UNIPA, menyoroti pentingnya keterlibatan dalam jejaring peneliti Indonesia Timur. Selain memperluas pemahaman tentang GEDSI, keterlibatan ini juga memperkaya kolaborasi lintas disiplin, yang menjadi semakin penting dalam pengembangan penelitian masa kini.

Secara individu dan kolektif, para peneliti yang hadir diharapkan mampu mempromosikan perspektif GEDSI dalam penelitian mereka. Dengan demikian, hasil penelitian tidak hanya berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga menciptakan solusi yang inovatif dan berkelanjutan untuk mengatasi tantangan pembangunan di Indonesia Timur secara lebih adil dan inklusif.