Pendampingan Pelaksanaan Rencana Pengembangan Penghidupan di Desa
Pendampingan pelaksanaan rencana pengembangan penghidupan desa berfokus pada implementasi kegiatan yang tertuang dalam Village Livelihood Plan (VLP) atau Rencana Pengembangan Penghidupan Berkelanjutan Desa termasuk implementasi kegiatan yang didukung program BangKIT seperti pelatihan teknis dan dukungan stimulan/start up package. Proses pendampingan berlangsung melalui pertemuan-pertemuan informal, diskusi, dan koordinasi para fasilitator dengan masyarakat/kelompok di desa dampingannya masing-masing.
Pada periode Oktober-Desember 2024, di Kabupaten SBT pendampingan dilakukan hampir untuk semua aktivitas penghidupan yang dikembangkan seperti pertanian hortikultura, pengolahan hasil pertanian sagu dan pala, perikanan tangkap, pengolahan hasil perikanan, hingga usaha rumah tangga. Berdasarkan catatan pendampingan tim di lapangan, ditemukan bahwa sebagian besar masyarakat masih kesulitan mengembangkan aktivitas penghidupan yang disebabkan karena banyak faktor, mulai dari kesibukan, kurangnya pemahaman, hingga kurangnya modal dan alat. Misalnya saja kegiatan pengolahan sagu menjadi kue kering yang masih terkendala tidak adanya oven, kegiatan pertanian alami yang masih terkendala kurangnya pemahaman masyarakat tentang pembuatan dan pengaplikasian nutrisi, serta kendala kesibukan, atau pun pengembangan usaha Bumdes yang terkendala peserta yang dilatih tidak kembali ke desa.
Namun demikian, beberapa masyarakat telah mengembangkan aktivitas penghidupan dengan baik. Untuk pertanian hortikultura secara alami misalnya, sebagian masyarakat sudah mempraktikkan dengan baik hingga merasakan hasil panen dan penjualan sayuran, seperti yang dilakukan Mama Lola dari Negeri Pulau Panjang. Untuk pengolahan hasil pala, sebagian telah membuat jus dan manisan pala dalam skala kecil untuk konsumsi sendiri. Di Negeri Usun Kataloka, Kecamatan Pulau Gorom, pelaku usaha rumah tangga bernama Umi Darniati Rumbaru sudah mengimplementasikan hasil pelatihan manajemen keuangan untuk usaha kios sembako.
Hasil pendampingan di Kabupaten SBD pun kurang lebih sama. Aktivitas pendampingan dilakukan hampir untuk semua aktivitas penghidupan seperti pertanian hortikultura secara organik, usaha tenun, peternakan, hingga usaha rumah tangga. Usaha pertanian hortikultura secara organik bahkan sudah berkembang baik di beberapa desa, seperti Desa Lua Koba, Desa Matakapore, Desa Buru Deilo, dan lainnya. Beberapa perkembangan tersebut tampak dengan terbentuknya kelompok tani, pembuatan dan pengaplikasian pupuk organik, pembukaan bedengan untuk tanaman hortikultura, penanaman hingga pemanenan dan penjualan hasil pertanian.
Usaha penghidupan lainnya yang berkembang baik adalah tenun. Di Desa Noha misalnya, pada November 2024 kelompok tenun telah menjual hasil tenun putaran kedua dengan hasil yang sangat memuaskan di mana keuntungan yang diperoleh mencapai Rp 1.500.000,- per anggota. Dua orang anggota kelompok tersebut bahkan sudah mulai memberdayakan ibu-ibu penenun di dalam desa yang tidak tergabung dalam kelompok untuk meningkatkan kuantitas produksi kain tenun, mulai dari proses tenun hingga kalidur untuk kain tenun ikat. Meski demikian, beberapa usaha penghidupan lain masih mengalami beberapa kendala, seperti pengembangan usaha Bumdes. Ada juga usaha masak garam di beberapa desa, seperti Desa Wainyapu dan Waipakolo yang berhenti produksi sementara pada Desember 2024 karena budaya (mitos) bahwa kalau masak garam di musim hujan akan terjadi kemarau panjang.
Demikian beberapa catatan dalam pendampingan pada periode Oktober-Desember 2024. Semua praktik baik dan kendala selama pelaksanaan aktivitas penghidupan, baik di SBT maupun di SBD, merupakan pembelajaran bagi masyarakat.