Praktik Cerdas di FFKTI IX: Shelter Warga - Merawat Kepedulian Kota Makassar
Presenter:
Achi Soleman – Kepala Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) Kota Makassar
Sumarni Jufri – Ketua Shelter Warga Kelurahan Tamamaung
Jelang pukul 1 dini hari kelurahan Tamamaung tampak sepi. Tetiba terdengar suara getaran pagar di rumah Marni. Sayup-sayup isakan tangis perempuan pun mulai pecah. Sontak Marni terbangun dan berlari ke arah pintu. Dilihatnya sesosok perempuan dengan bayi berusia 7 bulan dalam gendongannya. “Tolong saya!” Marni pun membuka pintu dan mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Begitulah hari-hari dilalui Sumarni Jufri dan kelompoknya di Shelter Warga Kelurahan Tamamaung Kota Makassar. Shelter warga adalah layanan berbasis masyarakat bagi penyintas kekerasan. Sebagai ketua shelter, hampir setiap hari ia menerima aduan, tidak peduli siang atau malam. Hari ini di panggung inspirasi, perempuan yang akrab disapa Marni itu berbagi cerita bagaimana shelter warga yang dikelolanya membantu para penyintas yang membutuhkan pendampingan.
Melanjutkan kisahnya, Marni mengatakan bahwa perempuan yang datang malam itu adalah penyintas kekerasan dalam rumah tangga. Ia tak dapat membayangkan di saat orang lelap dalam tidur, sementara ada orang lain yang mendapatkan kekerasan dari suaminya. Lantas, bagaimana Marni menanganinya? Sebelum mendapatkan informasi dengan melakukan asesmen awal, ia menenangkan dan membuat nyaman perempuan itu. Marni bahkan membantu menidurkan bayinya terlebih dahulu.
Biasanya, para penyintas yang datang tidak mau kembali ke rumah karena merasa dirinya tidak aman. Bahkan ketika Marni menawarkan untuk datang ke UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak), tak banyak penyintas yang berkenan. Jika demikian Marni pun membolehkan mereka untuk tinggal sementara. “Shelter warga menjadi rumah aman karena ada kedekatan emosional,” ujar Marnie.
Penanganan kasus kekerasan di shelter warga ini beragam. Untuk kasus yang ia ceritakan hari itu, kekerasan rumah tangga terjadi karena dipicu persoalan ekonomi. Si suami tak dapat mengendalikan emosi ketika sang istri meminta uang untuk susu anaknya. Apapun alasannya, tindakan kekerasan terhadap perempuan tidak dapat dibenarkan.
Mendapatkan informasi yang cukup dan adanya pilihan tanpa paksaan adalah hak bagi penyintas. Maka Marni pun menanyakan kepada perempuan itu tentang apa yang diinginkan atas kasus yang menimpanya, apakah ia ingin lapor polisi atau mediasi. Perempuan itu pun memilih mediasi. Ia ingin shelter memberi edukasi kepada suaminya agar lebih giat bekerja. Shelter warga pun memberi pemahaman bahwa kekerasan adalah bagian dari tindakan kriminal yang bisa dibawa ke ranah hukum. Suami pun menyadari kesalahannya dan meminta maaf. Kini suami lebih giat bekerja, begitu juga sang istri yang turut membantu perekonomian rumah tangganya.
Ada banyak kisah yang datang di shelter warga, di antaranya adalah kasus kekerasan terhadap anak, pelecehan seksual, penelantaran anak, penelantaran keluarga, dan lain-lain. Banyaknya penyintas yang butuh pertolongan di shelter ini ternyata dibarengi dengan semakin meningkatnya kepedulian warga sekitar. Shelter warga yang semula dikelola tiga orang itu kini memiliki 37 anggota yang bersedia mendampingi kasus tanpa ada bayaran.
Achi Soleman, Kepala Dinas PPPA Kota Makassar, yang juga hadir di panggung inspirasi membenarkan fakta tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtPA) di Kota Makassar dalam enam tahun terakhir. Untuk itulah Pemerintah Kota Makassar menghadirkan layanan berbasis komunitas seperti shelter warga yang dikelola Marni. Mulanya hanya ada lima shelter warga yang dibentuk. Ternyata mendekatkan pelayanan kepada masyarakat cukup efektif dalam menangani kasus. Kini shelter warga pun sudah hadir di 70 kelurahan di Kota Makassar.
Achi menyampaikan bahwa kunci sukses shelter warga adalah komitmen dan keterlibatan berbagai pihak untuk memutus rantai kekerasan. Ia berharap nantinya shelter warga bisa hadir di seluruh Kota Makassar yakni di 154 kelurahan sehingga kasus KtPA semakin menurun bahkan mencapai angka nol.
Kunjungi YouTube Yayasan BaKTI untuk presentasi praktik cerdas Shelter Warga di Festival Forum KTI IX