Side Event di FFKTI IX: Memberi Anak Awal yang Terbaik, Pengembangan Anak Usia Dini yang Holistik dan integratif (PAUD-HI)
Opening Remark:
Maniza Zaman – Representative Unicef Indonesia
Pembicara:
- Sherley S. Wila Huky, S.T., M.T. – Kabid Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah (PPEPD), Bappelitbangda Nusa Tenggara Timur
- Drg. Retnowati, M.Kes. – Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang Nusa Tenggara Timur
- Sri Astuti Thamrin, S.Si. M.Stat Ph.D – Ketua Pokja Bunda PAUD Provinsi Sulawesi Selatan
- Dr. Setiawan Aswad, M.Dev. – Kepala Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan
- Ida Nawipa – Bunda PAUD/Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Paniai Papua Tengah
- Yosefint – Pokja Bunda PAUD Papua
Moderator:
Robertus Raga Djone – Education Officer Unicef FO Kupang
Pada side event ini, UNICEF mempromosikan advokasi implementasi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang bersifat holistik integratif (HI) kepada para peserta. Forum ini juga menjadi ruang berbagi pembelajaran dan pengalaman dalam mengembangkan advokasi implementasi PAUD di tiga wilayah yaitu Kota Kupang, Makassar dan Jayapura. Pengalaman yang dilakukan di tiga wilayah ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengalaman dan pengetahuan bagi daerah lain yang ada di wilayah Kawasan Timur Indonesia.
Anak usia dini adalah masa sejak konsepsional sampai usia enam tahun. Masa ini sangat penting dalam memahami tahun awal kehidupan anak. Masa tersebut merupakan periode mendasar untuk melihat perkembangan fisik, emosi, sosial dan kognitif dari seorang manusia.
Beberapa elemen kunci yang memengaruhi kehidupan anak yaitu kesehatan yang baik, gizi yang layak, kesempatan belajar sejak awal (usia dini), pengasuhan yang responsif, menjaga anak terlindungi dan aman. Jika elemen-elemen tersebut dapat terpenuhi di usia dini, maka akan membantu pertumbuhan anak yang optimal.
Menurut Maniza Zaman, perwakilan UNICEF Indonesia, menyatakan bahwa faktor-faktor di atas saling mendukung. Oleh karena itu penting mencari cara agar layanan menjadi satu kesatuan. Aspek ini akan mendukung pengembangan anak usia dini.
Maniza juga menyampaikan bahwa tak banyak anak usia dini di Indonesia yang mengikuti pendidikan PAUD, yakni sebanyak 65% anak umur 3-6 tahun. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain akses yang tidak memadai, jumlah layanan tidak cukup, dan kualitas PAUD yang masih perlu ditingkatkan. Alasan lain rendahnya akses anak yang belajar di PAUD adalah Indonesia belum mewajibkan prasekolah selama 1 tahun.
Pendidikan PAUD berdampak positif seumur hidup bagi anak. Dari perspektif ekonomi, investasi untuk PAUD merupakan pilihan cerdas karena manfaatnya berlipat ganda bagi anak, misalnya meningkatkan prestasi belajar anak, membantu kemajuan dan perkembangan anak.
Belajar dari NTT, Retnowati - Kepala Dinas Kesehatan Kota Kupang, menceritakan praktik baik yang dilakukan dalam mengembangkan PAUD HI. Layanan pendidikan terpadu ini mencakup kegiatan-kegiatan yang bermuara pada upaya penanganan stunting. Pertama, kegiatan melengkapi imunisasi bagi anak-anak yang tidak sempat imunisasi. Kedua, kegiatan timbang untuk memantau tumbuh kembang anak, termasuk memberikan pembelajaran kepada orang tua bagaimana memantau status gizi anak. Ketiga, edukasi terkait perilaku hidup bersih dan sehat.
Sementara itu, Sherley S. Wila Huky - Kepala Bidang PPEPD Bappelitbangda NTT menyampaikan dukungan Pemerintah Provinsi antara lain berupa peraturan gubernur (pergub) penyelenggaraan PAUD HI, penerbitan surat keputusan (SK) gugus PAUD HI, memasukkan PAUD HI di rencana pembangunan daerah (RPD) dan rekomendasi dari Bappelitbangda untuk kabupaten bahwa PAUD sebagai pintu masuk pencegahan stunting. “Inovasi kebijakan Provinsi NTT untuk PAUD-HI ini bisa memicu kabupaten lain membuat regulasi sebagai basis penyelenggaraan PAUD HI,” ujarnya.
Di Sulawesi, inovasi kebijakan seperti di NTT juga dilakukan. Kepala Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan, Setiawan Aswad, menyampaikan setidaknya ada empat kebijakan yang dikeluarkan untuk mendukung penyelenggaraan PAUD HI, antara lain Pergub, SK gugus PAUD HI, memasukkan dalam RPD dan rekomendasi kepada kabupaten. Ketua Pokja Bunda PAUD Provinsi Sulawesi Selatan, Sri Astuti Thamrin, menambahkan salah satu inovasi yang dia kembangkan adalah menyusun pedoman penyelenggaraan PAUD HI yang lebih spesifik dengan menggalakkan kearifan lokal.
Di Papua, inovasi pengembangan PAUD HI tak kalah menarik. Nurhaidah Nawipa, Bunda PAUD dan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Paniai, menceritakan bahwa langkah pertama yang dilakukan adalah memberikan pelatihan kepada guru-guru PAUD. Menurutnya, kemampuan guru-guru PAUD yang ada sebelumnya masih terbatas. “Kami memulai PAUD HI dari guru dengan memberikan pelatihan dasar, mereka juga diajarkan membuat modul ajar sesuai dengan konteks lokal,” Ida menjelaskan.
Inovasi lain yang dikembangkan di Papua adalah pembuatan model PAUD HI yang cocok dengan karakter wilayah Papua. Setidaknya terdapat tiga model PAUD HI yang dikembangkan di wilayah Papua. Pertama, model PAUD perkotaan yang dikelola oleh PKK. Kedua, model PAUD kampung yang berbasis budaya, agama dan kearifan lokal. Ketiga, model PAUD untuk daerah terluar yang memiliki spesifikasi khusus dengan memanfaatkan kesadaran masyarakat berdasarkan apa yang dimiliki. “Hasilnya sangat baik, justru PAUD model daerah terluar sukses dikembangkan seperti di daerah Mamberamo Tengah, diharapkan ini menjadi pilot project yang dapat dikembangkan di wilayah lain di pegunungan,” ujar Yosefint
Highlights side event ini dapat Anda saksikan pada video berikut: