Side Event di FFKTI IX: Memperkuat Layanan Inklusif Berbasis Masyarakat untuk Pemenuhan Hak
Mitra Nasional INKLUSI - Yayasan BaKTI
Pembicara:
- Yeni Rambu Ngomabeli – Ketua Kelompok Pemerhati Desa (KPD) Manekat Kabupaten Kupang
- Sri Sulastri – Ketua Kelompok Konstituen (KK) Flamboyan Kota Parepare
- Sitti Marwah – Pendamping Lapangan 2, Program INKLUSI Aisyiyah Kabupaten Muna Barat
- Petronela Peni Loli – Koordinator Wilayah NTT Federasi Serikat Pekka Indonesia
- Rahimah – Ketua KK Al-Abror Desa Teros, Lombok Timur
- Agustina Ta’bi Patulak – Ketua KK Misa’kada, Lembang Rea, Tana Toraja
- Limania – Ketua KK Watu Watu Kota Kendari
- Vendly Hursepuny – Ketua Pokja (Pokja) Inklusi ina Ama, Desa Hunuth, Ambon
- Indrawati – Ketua KK Borikamase Kabupaten Maros
Moderator:
- M. Taufan Ramli – MELS Officer INKLUSI-BaKTI
Layanan publik dan layanan perlindungan sosial pemerintah tidak selalu dekat dan mudah diakses oleh masyarakat, terutama masyarakat desa dan kelurahan. Penyebabnya beragam, baik karena keterbatasan yang dimiliki oleh lembaga layanan maupun keterbatasan masyarakat dalam mengakses layanan yang tersedia.
Layanan inklusif berbasis masyarakat yang dikembangkan Program INKLUSI oleh Yayasan BaKTI dikelola dalam bentuk Kelompok Konstituen (KK), Kelompok Kerja (Pokja), KLIK PEKKA dan Rumah Gizi AISYIYAH sebagai mitra utama program. Komunitas-komunitas ini menjadi alternatif untuk pemenuhan hak-hak kelompok marginal dan rentan. Seperti apa inisiatif-inisiatif yang dilakukan komunitas tersebut untuk menjangkau masyarakat dan mengatasi permasalahan layanan inklusif berbasis masyarakat?
Limania, Ketua KK Watu-Watu Kendari, menjelaskan bahwa mereka menerima kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, juga disabilitas. Dalam penanganannya, para penyintas ditangani sesuai kemampuan KK dan dirujuk kepada lembaga pemberi layanan sesuai kebutuhan. KK Watu-Watu juga sudah terhubung dengan lembaga layanan seperti P2TP2A/UPTD PPA.
Sementara Agustina Ta’bi Patulak – Ketua KK Misa Kada Tana Toraja, mempunyai pengalaman menangani kasus-kasus perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Pihaknya juga membantu masyarakat dalam melengkapi administrasi kependudukan. KK ini sudah dipercaya pemerintah desa untuk pengurusan administrasi kependudukan bagi disabilitas dan lansia.
Di Kota Parepare, Sri Sulastri – KK Flamboyan, membagi pengalaman bagaimana pengurus KK melakukan pendataan disabilitas di kelurahan. Data-data yang mereka kumpulkan itu kemudian diserahkan kepada Dinas Sosial Kota Parepare untuk perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Berpedoman pada data tersebut, Bappeda Kota Parepare dapat melibatkan teman-teman disabilitas untuk mengikuti Musrenbang.
Hal yang sama dilakukan oleh Yeni Rambu Ngombeli, Ketua KPD Manekat Kupang. Melalui KK Manekat, penyandang disabilitas dan lanjut usia yang selama ini tidak mempunyai Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga dibantu diuruskan oleh KK. Selanjutnya, data-data penyandang disabilitas dan lanjut usia yang belum terakomodir dalam DTKS pun mulai dimasukkan oleh petugas dari Dinas Sosial. Dengan demikian, hak-hak kependudukan kelompok disabilitas dan lansia dapat terpenuhi.
Di Kota Ambon, Vendly Hursepuny yang merupakan Ketua Pokja Inklusi, menjelaskan bahwa di Pokja Inklusi mereka memperoleh penguatan kapasitas untuk penanganan kasus-kasus kekerasan perempuan, anak, dan penyandang disabilitas agar mendapatkan perlindungan sosial. Pokja juga melakukan pendataan untuk mengetahui siapa yang belum mempunyai kelengkapan administrasi kependudukan. Ternyata, sebagian besar penyandang disabilitas belum memiliki KTP. Oleh karena itu, selain menangani korban mereka juga membantu mengurus KTP untuk kepentingan perlindungan sosial.
Indrawati, Ketua KK Borikamase Maros, menyampaikan bahwa KK mereka dipercaya pemerintah desa untuk membantu penanganan kasus kekerasan dan pengurusan dokumen kependudukan penyandang disabilitas. Pemerintah desa mendukung penuh dengan menyediakan biaya transportasi yang dialokasikan dari dana desa. Sebagai contoh jika ada kasus kekerasan, beberapa penyintas yang ditangani harus didampingi ke polisi dan kabupaten maka pemerintah desa memberi dukungan transportasi. Begitu pula ketika ada penyandang disabilitas yang belum memiliki kelengkapan administrasi kependudukan, juga mendapat dukungan dari desa yang pengurusannya dilakukan oleh KK.
Ketua KK Al-Abror, Teros, Lombok Timur, Rahima menceritakan bagaimana mereka dipercaya untuk mendampingi korban kekerasan perempuan dan anak, sekaligus dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan di pemerintah desa, seperti Musrenbang dan rapat-rapat di desa. Ini merupakan kesempatan untuk menyampaikan kebutuhan masyarakat rentan seperti penyandang disabilitas dan kelompok miskin, terutama itu disampaikan langsung oleh perempuan.
Dari Muna Barta, Sitti Marwah - Pendamping Lapangan 2 Program Inklusi Aisyiyah, menceritakan bagaimana Program INKLUSI memperkuat peran perempuan dalam pemenuhan gizi keluarga untuk mengurangi stunting. Melalui Balai Sakinah, Sitti Marwah bersama kader lainnya mempromosikan makanan sehat untuk mengurangi stunting melalui produksi keluarga sendiri, terutama meningkatkan keterlibatan perempuan.
Terakhir adalah Petronela Peni Loli, Koordinator PEKKA Wilayah NTT, menjelaskan kegiatan penguatan dan pelibatan perempuan dalam proses-proses pembangunan di ranah publik, seperti melibatkan perempuan dalam perencanaan desa. Selain itu, perempuan kepala keluarga juga diperkuat untuk berdaya dan terlibat dalam proses-proses pembangunan.
Praktik-praktik baik yang dilakukan komunitas berbasis masyarakat tersebut telah menguatkan layanan inklusif di tingkat desa dan kelurahan. Mereka adalah mitra lembaga layanan pemerintah dalam pemenuhan hak-hak dan perlindungan warga.
Highlights side event ini dapat mengunjungi tautan berikut