Side Event di FFKTI IX: Sweet Mind: Lingkungan INKLUSI Bagi Semua
Mitra Nasional INKLUSI – PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia)
Pembicara:
- Dian Lestari Anakaka, M.Psi. – Psikolog Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI)
Moderator:
Fitri Ayuningsi Hagi Wila – PKBI NTT
Ada banyak keberagaman di sekitar kita. Ada saudara-saudara kita yang terkena HIV-AIDS, anak yang berhadapan dengan hukum, disabilitas, LGBT dan penyintas kekerasan berbasis gender. Apakah kita semua siap dengan keberagaman itu? Bagaimana cara kita menerimanya? Untuk menjawabnya, ada satu konsep yang disebut sweet mind.
Sweet mind merupakan cara memunculkan pemikiran yang manis dan positif untuk membebaskan diri dari perasaan negatif di setiap situasi. Sweet mind membantu kita lebih menerima diri dan berpikir positif agar dapat membina hubungan yang baik terhadap siapapun dan menjadi tempat yang nyaman bagi orang di sekitar kita dalam berbagi pendapat dan perasaannya. Dengan sweet mind kita bisa membantu mewujudkan suasana yang inklusif bagi semua orang agar tercipta rasa manis baik bagi diri sendiri maupun lingkungan di sekitar kita.
Sweet Mind inilah yang dikembangkan oleh PKBI. Dian Lestari Anakaka, relawan psikolog PKBI Kupang menjelaskan bagaimana ini dikembangkan sehingga PKBI menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi setiap orang dari berbagai latar belakang untuk melakukan konseling. Mulai dari anak-anak, kelompok rentan hingga marginal, dengan berbagai masalah mulai dari pacaran hingga menikah.
Dian menjelaskan bahwa di PKBI ada layanan konselor dan layanan psikolog. Konselor adalah layanan awal. Setelah diketahui bahwa masalah tersebut berat maka dilanjutkan ke psikolog. Lantas, bagaimana cara mengetahui bahwa seseorang membutuhkan layanan? Dian menjelaskan beberapa hal.
Pertama, seseorang membutuhkan layanan saat dia sadar ada yang mengganggu produktivitasnya. Dian memberikan contoh seorang pekerja yang mestinya produktif bekerja tetapi justru sering marah-marah tanpa alasan dan merasa tidak baik, sehingga ia perlu berdiskusi dengan orang lain untuk mengoptimalkan kinerjanya. Kedua, orang disebut sehat mental ketika dia tahu potensi dirinya. Jika dia masih bertanya-tanya tentang kemampuannya dan bagusnya dimana, maka itu merupakan salah satu klasifikasi sehat mental atau tidak. Ketiga, ketika seseorang dapat berkontribusi dalam komunitas, juga merupakan klasifikasi bahwa orang tersebut sehat mental atau tidak. Terakhir, mampu mengatasi masalah.
Pada dasarnya, meski bukan konselor atau psikolog, setiap orang dapat memberikan dukungan psikologis bagi siapa saja di sekitarnya. Bagaimana caranya?
Dian mengungkapkan bahwa dalam ilmu psikologi ada yang disebut bantuan psikologis awal. Ada tiga cara untuk memberikan bantuan psikologis awal ini. Pertama, mengamati. Meski sekadar mengamati, dia harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang isu-isu kesehatan mental. Kedua, mendengarkan. Logikanya, ini adalah kemampuan penting, bagaimana orang mau mendengarkan kita jika dia juga tidak didengarkan. Terakhir, menghubungkan kepada pihak-pihak terkait yang dapat memberikan bantuan selanjutnya.
Selain itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan pertolongan fisik. Pertama adalah membantu mereka untuk menenangkan nafas dan relaksasi. Kedua, menerapkan teknik grounding untuk mengaktifkan lima panca indra yaitu mata, hidung, mulut, kulit dan telinga, dengan cara mengajak berjalan kaki, mendengarkan musik, atau jika orang memiliki panik attack bisa diberikan permen rasa pedas untuk mengaktifkan pengecapan. Teknik berikutnya adalah membantu melepaskan penat dengan cara buang air besar (BAB). Dian mengungkapkan bahwa membuang kotoran merupakan cara alami menghilangkan racun di dalam tubuh kita.
“Itulah cara-cara awal untuk membantu teman-teman kita yang mengalami gangguan psikologis, akan tetapi ketika orang tersebut sudah diam, merenung terus, maka bawalah ke layanan konseling PKBI,” ujar Dian.
Highlights side event ini dapat Anda saksikan melalui