Diskusi Kelompok Terfokus Program KONEKSI di Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi ke enam pelaksanaan Sosialisasi dan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) yang dilaksanakan BaKTI bekerjasama dengan program KONEKSI. Sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan serupa di 5 Provinsi yakni di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Papua dan Gorontalo. Diskusi sekaligus sosialisasi ini dilaksanakan di Kota Kupang pada tanggal 26 Juni 2024 bertempat di Hotel Sotis Kupang.

Sebanyak 33 peserta hadir dalam kegiatan ini dimana 29 di antaranya adalah peneliti dari berbagai universitas, NGO dan lembaga penelitian di Provinsi NTT. Mereka bertemu dan berdiskusi dalam event Sosialisasi dan Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) yang dilaksanakan BaKTI bekerjasama dengan program KONEKSI. FGD dilaksanakan dalam bingkai program Pengembangan Jaringan Peneliti Indonesia Timur kerjasama BaKTI dan KONEKSI (Kolaborasi untuk Pengetahuan, Inovasi, dan Teknologi Australia dan Indonesia). 

FGD sekaligus sosialisasi ini bertujuan untuk memperkenalkan program KONEKSI, membentuk jaringan peneliti NTT serta untuk berdiskusi bersama peneliti-peneliti terkait 4 tema besar yakni isu strategis yang dihadapi di Provinsi NTT dan menjadi tema penelitian peneliti, Bagaimana Perspektif GEDSI (Gender Equality Disability and Social Inclusion) diterapkan dalam penelitian, Pengalaman dan tantangan peneliti dalam melakukan penelitian kolaboratif serta tema mengenai jaringan peneliti dan platform berjejaring bagi peneliti.


29 peneliti (13 Perempuan dan 16 Laki-laki, 1 peserta disabilitas perempuan) yang hadir datang dari berbagai universitas seperti Universitas Nusa Cendana, Universitas Kristen Wira Wacana Sumba, Universitas Citra Bangsa, Universitas Kristen Artha Wacana, dan Poltekkes Kemenkes Kupang. Selain dari universitas peneliti dari lembaga pemerintah dan lembaga independen turut berpartisipasi seperti dari Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi NTT, BRIN, Balai Penelitian Kehutanan Kupang, BMKG, IRGSC dan Yayasan Corsa Catha Pakarti. Tentunya  CSO yang melakukan penelitian terkait GEDSI juga dilibatkan seperti Yayasan Ume Daya Nusantara dan GARAMIN turut dihadirkan dalam kegiatan ini.

Dalam salah satu sesi diskusi yang membahas terkait penerapan perspektif GEDSI dalam penelitian, secara umum peneliti mengungkapkan bahwa konsep GEDSI sudah diterima secara luas di kalangan peneliti dan mitra, meski belum semua peneliti memahami konsep GEDSI secara baik sehingga masih terdapat ketimpangan dalam penerapannya. Peserta menilai implementasi konsep GEDSI sangat dipengaruhi oleh konteks sosial setempat. Misalnya, soal peranan perempuan di agama tertentu dan kelompok adat tertentu yang perlu dinarasikan secara berbeda. Sementara di kebudayaan tertentu lebih mendorong ekuitas daripada ekualitas atau sesuai dengan fungsi dan kebutuhan.

Beberapa tantangan penerapan perspektif ini menurut peneliti adalah seringkali terjadi kesulitan dalam pendekatan terhadap responden. Misalnya, di Sumba seperti diungkapkan Dr. Maklon Felipus Killa (Peneliti Grantee KONEKSI) ada kesulitan untuk menginterview perempuan dari kelompok Ata (hamba) yang tinggal dengan “tuan” mereka. Hal yang sama ditemukan Anselmus (Peneliti IRGSC/CORSA) di Rote dengan Perempuan yang dilarang suami untuk berbicara.  Selain tantangan sosial kultural, hambatan finansial dan infrastruktur pendukung juga dihadapi dalam penerapan perspektif GEDSI. Fasilitas untuk kaum difabel dan marginal muncul seringkali menjadi hambatan: seperti soal dana untuk pendamping atau alat bantu untuk kaum difabel seperti tunarungu atau tunanetra dan sebagainya.

Namun, ada strategi untuk mengatasi hambatan-hambatan kultural, misalnya Dr. Maklon mendorong metode penelitian etnografis. Sementara Anselmus menawarkan strategi komunikasi dan mencari waktu yang tepat agar perempuan dapat terlibat dalam penelitian.

Tiga tema diskusi lainnya juga dibahas dalam diskusi yang menarik dimana hasilnya dihadirkan dalam presentasi pleno oleh masing-masing perwakilan kelompok. Harapannya informasi dari diskusi FGD yang berlangsung setengah hari ini menjadi bahan masukan bagi BaKTI dan KONEKSI dalam mendukung pelaksanaan program pengembangan Jaringan Peneliti Indonesia Timur selanjutnya.