Menenun Kolaborasi Melalui Knowledge and Innovation Roadshow Makassar

Pada 19-20 Agustus 2025, Program KONEKSI – Australia-Indonesia Knowledge Partnership Platform bekerja sama dengan Yayasan BaKTI menyelenggarakan Knowledge and Innovation Exchange (KIE) Roadshow. Bertempat di Hotel Four Point Makassar, kegiatan ini diikuti lebih dari 400 peserta dari kalangan peneliti dan akademisi, pemangku kebijakan, pelaku bisnis, media, dan berbagai organisasi masyarakat sipil. Dipilihnya Makassar sebagai titik awal rangkaian KIE Roadshow bukan tanpa alasan. Kota ini mewakili kawasan timur Indonesia yang memiliki tantangan sosial-ekologis khas, termasuk kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim.


Mengusung tema Komunitas Tangguh, Masa Depan yang Berkelanjutan, kegiatan ini bertujuan untuk memfasilitasi pertukaran pengetahuan di bidang lingkungan dan perubahan iklim, mendorong pembelajaran bersama dan pertukaran pengalaman, hingga memperluas jangkauan wawasan dan temuan penelitian, memastikan informasi diberikan kepada khalayak yang lebih luas, termasuk pembuat kebijakan, praktisi, dan pemangku kepentingan. Kegiatan ini juga untuk memicu koneksi dan berbagai pengetahuan antar pemangku kepentingan utama yang relevan, menunjukkan bagaimana penelitian bersama mendorong solusi berbasis bukti untuk pembangunan Indonesia. Ini dilakukan melalui fasilitasi hubungan dan dialog antara mitra pengetahuan, pembuat kebijakan, komunitas, dan sektor swasta agar mereka dapat mengakses pengetahuan, lembaga, dan pakar untuk menjawab kebutuhan bukti kebijakan dan teknologi.


Dalam sesi pleno pembukaan, para pembicara menekankan pesan bersama yaitu solusi iklim harus inklusif, sesuai konteks, dan berangkat dari realitas lokal. Kerentanan unik di Kawasan Timur Indonesia, mulai dari ancaman pesisir hingga ketidakpastian mata pencaharian, memerlukan kebijakan yang tidak hanya mengikuti prioritas nasional tetapi juga mendengarkan suara komunitas yang paling terdampak. Juga perlu memastikan pengetahuan lokal dan pengalaman hidup menjadi dasar pengambilan keputusan adalah kunci untuk mencapai ketahanan jangka panjang.


Konsulat Jenderal Australia di Makassar, Todd Dias, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas pihak. Ia menekankan bahwa Indonesia lebih luas dari Jawa dan Bali, sehingga kerja sama pembangunan dan adaptasi iklim juga harus menyentuh wilayah timur. Menurutnya, tantangan iklim di kawasan timur sangat beragam. Karenanya, kolaborasi peneliti, pemerintah, dan masyarakat lokal harus ditenun bersama agar solusi yang lahir benar-benar sesuai kebutuhan lapangan. Todd Dias juga menegaskan pentingnya hasil riset yang tidak berhenti sebagai data semata. "Lebih penting lagi bagaimana hasil penelitian bisa diterjemahkan untuk dampak positif bagi masyarakat lokal," ujarnya.


Hal senada diungkap Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas, Pungkas Bahjuri Ali, menekankan pendekatan empati sebagai dasar pengambilan kebijakan iklim. Ia menyoroti bahwa riset harus mampu menjawab persoalan nyata masyarakat, mulai dari nelayan di Maluku hingga petani rumput laut di Nusa Tenggara. Pungkas mengingatkan, hasil penelitian tidak boleh berhenti sebagai cerita. "Ia harus diterjemahkan menjadi rekomendasi kebijakan, baik di tingkat daerah maupun nasional," jelasnya. Menurutnya, ada tiga hal penting agar riset bisa memberi pengaruh nyata. Pertama, kekuatan bukti yang tidak terbantahkan. Kedua, kemampuan menjawab urgensi masalah saat ini. Ketiga, hadir pada momentum yang tepat untuk kebijakan publik.


Dari sisi pemerintah daerah, Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Jufri Rahman menegaskan keseriusan Pemerintah Sulawesi Selatan dalam mengintegrasikan isu perubahan iklim dalam kebijakan pembangunan. “Dalam RPJMD Sulawesi Selatan 2025–2030, kami memasukkan prioritas pembangunan infrastruktur yang tangguh bencana sekaligus mendukung SDGs. Pemerintah daerah juga memperkuat jejaring kolaborasi dengan akademisi, masyarakat sipil, hingga peneliti, agar inovasi lokal dan kearifan masyarakat bisa menjadi basis kebijakan yang inklusif.” Jelasnya.

Kegiatan lalu dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan 26 pembicara dalam enam sesi diskusi yang mewakili berbagai lembaga penelitian, akademisi, pemangku kebijakan, dan organisasi masyarakat sipil. Para pembicara menyampaikan gagasan yang menyoroti strategi ketangguhan iklim di Indonesia Timur, berbagai model adaptasi berbasis komunitas untuk ketahanan iklim, menunjukkan bagaimana komunitas rentan dapat mempersiapkan diri menghadapi dampak perubahan iklim, serta menyoroti peran perempuan dan masyarakat adat dalam kebijakan adaptasi iklim, hingga menekankan posisi kelompok marginal dalam membentuk solusi iklim yang inklusif dan berkeadilan. Sejalan dengan diskusi, juga terdapat pameran poster riset yang memberikan kesempatan bagi peserta untuk melihat dan berinteraksi langsung dengan berbagai studi dan inisiatif yang relevan dengan tema sesi.


Di hari kedua Knowledge & Innovation Exchange (KIE) Makassar Roadshow, berfokus pada praktik penelitian dengan perspektif kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI). GEDSI menekankan pentingnya memastikan suara, kebutuhan, dan perspektif perempuan, difabel, serta kelompok rentan lainnya hadir dan diperhitungkan dalam setiap tahapan proses penelitian. Pendekatan ini penting, karena tidak hanya mendorong keadilan dan keberpihakan, tetapi juga memperkuat relevansi serta dampak hasil penelitian bagi berbagai lapisan masyarakat. 


Di sini, cerita komunitas dibawa langsung ke dalam forum, presentasi poster, dan lokakarya kolaboratif. Ada delapan penerima hibah KONEKSI yang menampilkan riset mereka melalui poster yang menunjukkan bagaimana prinsip GEDSI diterapkan dalam proyek penelitian terkait lingkungan dan perubahan iklim. Di sesi ini semua suara termasuk perempuan, difabel dan kelompok marjinal,  diajak untuk menyaksikan bagaimana semua elemen ikut membentuk arah riset dan kebijakan. Dengan semangat kolaborasi, kita menghubungkan pengetahuan dengan aksi nyata untuk masa depan yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan. 


Di akhir sesi, peserta lalu melakukan diskusi kelompok terfokus, untuk mengidentifikasi dan merancang kemitraan penelitian yang berdampak bagi Indonesia Timur. Setiap kelompok terdiri dari para peserta yang berasal dari berbagai sektor mulai dari peneliti atau akademisi, pemangku kebijakan, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil. Sebanyak 15 kelompok pun telah mengidentifikasi kontribusi dan peluang kolaborasi yang dapat dilakukan hingga merumuskan pengembangan kapasitas dan ekosistem berkelanjutan yang dapat dijalankan. 


Selama dua hari acara Knowledge and Innovation Roadshow (KIE) Makassar ini pun menjadi ruang pertemuan lintas sektor. Peneliti, pembuat kebijakan, pelaku usaha, dan komunitas lokal akan berkumpul untuk berbagi pengetahuan, menjalin kolaborasi, dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Kegiatan ini menghadirkan diskusi yang menegaskan bahwa ketahanan berkelanjutan hanya dapat dicapai melalui kolaborasi lintas sektor dan multi-level.