• admin
  • 03 November 2025

Pemantauan Bersama Program BaKTI dan UNICEF

Program Perlindungan Anak kerjasama antara BaKTI dengan UNICEF tahun 2025 memasuki akhir masa implementasi, sejumlah kegiatan telah dilaksanakan dan memperoleh hasil positif tetapi juga masih menghadapi tantangan. Untuk mengukur efektivitas relevansi dan capaian program, BaKTI dan UNICEF menyelenggarakan Joint Monitoring yang menghadirkan perwakilan unsur-unsur pemerintah dan masyarakat yang pernah memperoleh peningkatan kapasitas selama ini.   

Kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis 30 Oktober 2025 bertempat di Hotel Swiss-Belinn Panakkukang Makassar ini menghadirkan perwakilan atau sampling dari unsur pemerintah. Dari Pemerintah Provinsi dihadiri oleh perwakilan DP3A dan Bappeda, dari Kabupaten/Kota dihadiri perwakilan Forum Anak, DP3A, BPBD, UPT PPA, PATBM, Shelter Warga, orangtua,  Kepala desa, Guru, Dinas sosial dan Pekerja Sosial. 


Tria Amelia Tristiana, Child Protection Specialist UNICEF mengatakan joint monitoring hari ini bertujuan untuk menilai relevansi, efektivitas, efisiensi, dan keberlanjutan program dalam mencegah serta menangani kekerasan terhadap anak, termasuk kejahatan seksual berbasis daring. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi praktik baik, pembelajaran, serta tantangan yang dihadapi dalam implementasi program, sehingga dapat dirumuskan rekomendasi yang lebih kuat dalam perencanaan ke depan.

Sementara itu, dalam sambutan pembukaan kegiatan, Nur Aida, Kepala Seksi Pelayanan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan bahwa program BaKTI dan UNICEF selama ini sangat besar manfaatnya, serta banyak pembelajaran. Selain itu juga sejalan dengan program-program yang ada di pemerintah. “Saya berharap agar dapat berlanjut dan tidak hilang hanya sampai di sini saja. Saya juga mengharapkan agar bapak dan ibu yang mengikuti kegiatan ini bisa mentransfer ilmunya di kabupaten/kota masing-masing, sehingga semua orang bisa teredukasi.” Ungkapnya.


Kegiatan yang dipandu oleh Junard Jufri dan Andi Nurlela dari Yayasan BaKTI ini mengidentifikasi hasil dari berbagai elemen penerima manfaat. Misalnya pemerintah desa dan masyarakat menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman dan tindakan terkait perlindungan anak. Banyak desa dan kelurahan yang kini memiliki mekanisme lebih jelas dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak. Sebelumnya, kasus sering berhenti di tingkat RT atau dusun tanpa tindak lanjut; kini, setelah adanya Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan dukungan shelter warga, masyarakat tahu ke mana harus melapor dan siapa yang harus dihubungi.

Hal ini dicontohkan oleh Desa Mallari di kabupaten Bone dan Kelurahan Tamamaung di Kota Makassar telah menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya tahu mekanisme pelaporan, tetapi juga berani mendampingi korban dan membicarakan kasus secara terbuka melalui media komunikasi lokal seperti grup WhatsApp. Ini menjadi bukti meningkatnya kepercayaan dan rasa tanggung jawab sosial warga dalam melindungi anak-anak di lingkungannya.


Hal yang sama juga terjadi pada anak dan remaja, dimana setelah dilatih mereka memahami, dan mampu menyebarluaskan isu perlindungan anak, khususnya terkait Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA) atau eksploitasi dan kekerasan seksual pada anak di ranah daring dan kesehatan mental. Setelah mengikuti pelatihan, mereka lebih peka terhadap risiko dunia maya, memahami batasan privasi, serta aktif membagikan pengetahuan kepada teman sebaya.  

Bagi penyedia layanan sosial, guru, dan aparat pelaksana perlindungan anak melaporkan peningkatan signifikan dalam kemampuan mereka menangani kasus anak. Pelatihan yang diberikan mengenai OCSEA, kekerasan seksual, dan pendampingan psikososial membantu memperluas pemahaman teknis sekaligus memperbaiki mekanisme kerja di lembaga masing-masing.


Untuk menguatkan dukungan terhadap capaian dan inovasi yang telah dilakukan, maka sudah barang tentu diperlukan regulasi yang bisa mengikat semua pihak yang terkait untuk memastikan kebijakan perlindungan anak ada pada regulasi pemerintah. Ibu Ida, perwakilan Bappelitbangda Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan bahwa isu perlindungan anak telah menjadi bagian dari RPJMD dan Rencana Strategis OPD, sehingga hal ini menjadi payung hukum bagi pemerintah daerah dalam mendukung program kegiatan yang terkait dengan isu ini, meskipun kualitas dan cakupannya masih beragam di setiap daerah.