Side Event di FFKTI IX: Membangun Tata Kelola Kolaboratif: Praktik dari Papua
USAID Kolaborasi - Wahana Visi Indonesia
Pembicara:
- Legius Wanimbo – Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Orang Asli Papua Provinsi Papua Barat
- Dr. John Boekorsjom - Bappeda Provinsi Papua
- Rikardus Wawo – Social Accountability Specialist, Wahana Visi Indonesia
- Erina Kartori – Perwakilan Tokoh Penggerak Warga
- Selviana Indira – Perwakilan Tokoh Penggerak Warga
Moderator:
Luna Vidya
Pemerintah Indonesia (melalui Kementerian Bappenas) bekerja sama dengan Pemerintah AS (melalui USAID) berkomitmen untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan dan akuntabilitas di Papua dalan program Kolaborasi. Program yang diimplementasikan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI) bersama INFID dan Yayasan Kitong Bisa (KBF) ini membantu Papua dan Papua Barat mengelola dana Otonomi Khusus (Otsus) agar lebih baik.
Program ini memberikan pelatihan bagi pejabat di wilayah Papua, pemerintah pusat, dan mahasiswa di bidang-bidang seperti perencanaan, penganggaran, dan pemantauan agar dapat mengelola dana secara efisien serta merespons kebutuhan masyarakat Papua khususnya melalui pelayanan publik dasar yang akuntabel dan responsif. Selain itu, program ini juga meningkatkan kapasitas pemerintah daerah untuk melibatkan OAP dalam proses tata kelola pemerintahan di daerah dengan menyelaraskan prioritas dan memanfaatkan sumber daya lokal yang akan bermanfaat bagi warga.
Rikardus Wawo, Social Accountability Specialist WVI, mengatakan bahwa program Kolaborasi mendukung potensi yang dimiliki baik di pemerintahan maupun masyarakat (orang muda, perempuan, disabilitas, dll) untuk ikut terlibat dalam mendorong pelaksanaan otsus yang lebih baik. “Otsus bukan soal anggaran, tetapi bagaimana para pihak baik pemerintah maupun masyarakat ikut berkolaborasi mendorong bersama,” katanya.
Rikardus menjelaskan bahwa selama program berjalan satu tahun, ketika merancang pemanfaatan dana otsus, musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tidak hanya formalitas tapi masyarakat ikut menyampaikan suaranya. “Program KOLABORASI bersama-sama menguatkan potensi-potensi yang sudah ada, harapannya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah tidak hanya terbatas regulasi saja tetapi bagaimana suara masyarakat ikut terlibat,” jelasnya.
Program Kolaborasi membuat masyarakat paham tentang standar pelayanan kesehatan, Pendidikan, dan ekonomi yang mensejahterakan. Dalam program ini, masyarakat memiliki perwakilan untuk memfasilitasi saudaranya di kampung dan bersama-sama mengidentifikasi kebutuhan mereka, misalnya sekolah masih kurang buku, posyandu tidak ada sarana alat timbang bayi, atau ada beasiswa dari alokasi dana otsus tapi tidak diketahui. Para perwakilan ini lalu melakukan rembuk dan mendiskusikan usul saran dengan pemerintah dan akhirnya menghasilkan rencana aksi.
Yayasan Kitong bisa menemukan local champion yang paham kebutuhan mereka, seperti Erina – penggerak dari Manokwari Papua Barat yang paham tentang kebutuhan difabel dan Indira – penggerak dari Jayapura Papua yang mewakili orang muda. Sementara itu INFID bekerja bersama mendukung pemerintah melalui multi-stakeholder forum untuk melihat kebutuhan sesungguhnya di masyarakat dan para lintas OPD ini berkoordinasi untuk penggunaan dana Otsus yang lebih efisien.
Alhasil masyarakat pun memahami bagaimana penggunaan dana Otsus dan bagaimana gar dapat berpartisipasi dalam penggunaannya. “Setelah ikut pelatihan, saya berani menyampaikan ke masyarakat di kampung apa saja yang bisa dibayar oleh dana Otsus,” kata Erina.
Indira pun menyampaikan bahwa setelah mengikuti kegiatan fasilitator dan mendapat bimbingan tentang UU Otsus dan PP 106 tahun 2021, ia kemudian mengadakan kegiatan “Suara dan Aksi Warga” selama tiga hari. Kegiatan ini memberikan pendidikan kepada warga tentang hak yang mereka dapat dari PP 106 dan bisa disinkronkan dengan standar pelayanan dasar minimal misalnya kesehatan. Kegiatan tersebut juga mendatangkan instansi terkait untuk menjawab pertanyaan warga sampai dengan rencana aksi.
Dari sisi Pemerintah, John Boekorsjom – Bappeda Provinsi Papua mengakui pentingnya penguatan perencanaan sehingga tata pengelolaan pemerintahan melalui program perencanaan di masing-masing OPD harus diperkuat. “Kami mendapat pelatihan dan sudah menghasilkan 20 fasilitator dari berbagai OPD, kami memberikan tanggung jawab kepada mereka sehingga ada transfer pengetahuan dan terbangun kepercayaan antar OPD, mimpi kami melahirkan coaching klinik yang melekat pada Bappeda dan dibuat kelembagaannya menjadi UPT Pusbindiklatren karena di Papua selalu ada mutasi yang cepat, semoga cita-cita ini tercapai,” ujarnya
Legius Wanimbo – Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Orang Asli Papua Provinsi Papua Barat, pun mengungkapkan bahwa tata kelola Otsus yang baru ini ada partisipasi aktif warga melalui musrenbang secara bottom up mulai dari kampung. “Membangun tidak hanya tanggung jawab pemerintah tapi masyarakat juga, untuk itu kita perlu berkolaborasi, bersama pasti kita bisa merubah tanah Papua ke depan menjadi lebih baik lagi,” pungkasnya.
Highlights side event ini dapat Anda simak melalui tautan