Cinematica, Pemutaran Film dan Diskusi kembali digelar Rumah Ide Makassar dan Yayasan BaKTI pada tanggal 5 Juli 2012 yang mengangkat tema mengenai pekerja anak “Aku, Masa Depanmu Indonesia!” dalam rangkaian peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak yang jatuh pada 12 Juni. Enam (6) video diary yang diinisiasi oleh International Labour Organization (ILO) bekerjasama dengan Yayasan Kampung Halaman (YKH) Jogjakarta tentang pekerja anak khususnya eksploitasi seksual, pekerja rumah tangga Anak dan Pekerja Jalanan di wilayah Jakarta, Sukabumi dan Makassar diputar dalam acara ini. Hadir sebagai narasumber, yakni Dian Herdiany (Ketua YKH Jogja), Gufran H. Kordi (Koordinator Lembaga Perlindungan Anak Sulsel) dan Makmur (Pendamping anak di TPAS Antang, Makassar).

Cinematica, Pemutaran Film dan Diskusi kembali digelar Rumah Ide Makassar dan Yayasan BaKTI pada tanggal 5 Juli 2012 yang mengangkat tema mengenai pekerja anak “Aku, Masa Depanmu Indonesia!” dalam rangkaian peringatan Hari Dunia Menentang Pekerja Anak yang jatuh pada 12 Juni.  Enam (6) video diary yang diinisiasi oleh International Labour Organization (ILO) bekerjasama dengan Yayasan Kampung Halaman (YKH) Jogjakarta tentang pekerja anak khususnya eksploitasi seksual, pekerja rumah tangga Anak dan Pekerja Jalanan di wilayah Jakarta, Sukabumi dan Makassar diputar dalam acara ini. Hadir sebagai narasumber, yakni Dian Herdiany (Ketua YKH Jogja), Gufran H. Kordi (Koordinator Lembaga Perlindungan Anak Sulsel) dan Makmur (Pendamping anak di TPAS Antang, Makassar).

Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) memperkirakan sekitar 215 juta anak di seluruh dunia menjadi pekerja anak.  Sementara Badan Pusat Statistik mencatat terdapat sekitar 1,5 juta pekerja anak usia 5-17 tahun pada tahun 2012 di Indonesia.
“Perlu upaya pendampingan terus-menerus untuk pekerja anak maupun orang tua.  Jangan mencari atau mengharapkan keuntungan ekonomi dari pendampingan, dan hendaknya dilakukan hingga anak ini bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik guna membantu orangtuanya’’ Ungkap Makmur yang sudah menjadi pendamping pekerja anak selama 18 tahun di TPAS Antang dalam acara ini. Bahkan banyak anak dampingannya saat ini ada yang berhasil menyelesaikan sekolah hingga sarjana.

Menjadi pekerja bukan pilihan bagi anak, tapi karena persoalan ekonomi orang tua yang tidak mampu sehingga banyak anak tidak bersekolah bahkan ada orang tua yang menikahkan anaknya di usia muda.  Fitri, salah satu pekerja anak dari TPAS Antang bercerita “Saya capek bekerja sebagai pemulung.  Saya bilang sama orangtuaku, akhirnya mereka mengerti dan tidak mengizinkan saya memulung lagi tapi sekolah saja”.      Taufik dan Indah, aktor video diary dari TPAS Antang mengatakan lewat video ini, mereka ingin memberitahukan kepada orangtua bahwa hak-hak anak harus dijaga dan dipenuhi, seperti akses untuk pendidikan dan kesehatan yang baik, waktu bermain yang cukup dan waktu bekerja harus dikurangi untuk mengganti waktu belajar dan bermain yang selama ini tersita. 

Kampanye lewat video diary ini bertujuan agar isu pekerja anak dapat disebarluaskan guna membantu semua pihak yang berusaha untuk mengurangi jumlah pekerja anak di Indonesia.  Film tidak hanya menjadi media untuk bisa menceritakan suatu hal tapi bisa menginspirasi untuk melakukan perubahan.  Acara ini dihadiri oleh 122 orang peserta berasal dari LSM, akademisi dan media.

Sinopsis Video Diary:
Aku, Masa Depanmu Indonesia!

Enam (6) video diary dengan total durasi 60 menit yang dihasilkan para pekerja anak, yaitu:

“Mimpi PRTA”
Sutradara: Ima, Tika, lia and Pitri
Imah (17), Tika (15), Pitri (16) dan Lia (16) adalah pekerja rumah tangga di Kranji, Bekasi. Mereka putus sekolah di usia yang sangat dini. Ini bukanlah pekerjaan mudah untuk anak-anak seusia mereka. Protes kepada orang tua bukanlah pilihan. Teman menjadi tempat curhat yang paling nyaman. Melalui film, mereka ingin berbagi cita-cita dan mimpi mereka. (*)

“(S)URIP DI JALANAN”
Sutradara: Urip, Deden, Atun, Jenal, Romi, Tomi
“(S)urip di Jalanan” adalah tentang Urip (14), ‘freelancer’ di jalanan ibukota. Sebagai freelance, Urip bisa mengerjakan apa saja: memarkir, minta-minta, memasang stiker pamflet, topeng monyet, dan terakhir adalah bajilo (bajing loncat) yang sudah ia tinggalkan beberapa tahun yang lalu. "Gak berani lagi bajinglo, temen udah ada yang meninggal... ntar kalau Urip meninggal, mama siapa yang ngurusin?” kata Urip. (*)

“ASSALA ASSIKOLA” (YANG PENTING SEKOLAH)
Sutradara: Fitri, Andini, Indah, Riska
Assala Assikola adalah cerita Fitri, Andini, Indah dan beberapa teman mantan pemulung di TPA Antang, Makassar. Ketika mereka mulai beranjak dewasa, orang tua melarang mereka untuk memulung. Mereka hanya diijinkan untuk sekolah. Tapi ada sesuatu yang mengancam mereka putus sekolah untuk kemudian menikah di bawah umur. (*)

“YABO” (MEMULUNG)
Sutradara: Anjas, Taufik dan teman-teman
Yabo atau memulung. Banyak anak laki-laki di Antang memulung setiap hari di TPA Antang. Bagi mereka, memulung adalah pekerjaan yang menyenangkan dan seru. Selain menghasilkan uang, mereka juga bisa bermain sambil bekerja. Seringkali mereka bolos sekolah dan memilih untuk mulung, bukan karena mereka benci sekolah, tapi ada sesuatu yang terjadi di sekolah. (*)

“TERLALU LELAH”
Sutradara: Erna, Imam dan teman-teman
Memanipulasi umur atau meminjam ijazah orang lain bukanlah rahasia untuk Erna dan teman-temannya yang bekerja di pabrik garmen. Kehilangan waktu untuk bergaul, sekolah dan bermain adalah risiko bekerja di usia yang terlalu dini. Semuanya demi keluarga, untuk membahagiakan mereka.

“DEAR PARENTS”
Sutradara: Putri, Riri, Icha, Kiki, Ipang dan Opi

Ada banyak sekali cerita di dalamnya, semoga kalian bisa melihatnya. Tidak mudah menjadi kami; menjalani pekerjaan kami, mendapatkan uang, menjadi bahagia sekaligus menjadi tulang punggung bagi keluarga dan saudara. Semoga kalian memahaminya. (*)