Dari sekian banyak informasi yang dikonsumsi oleh seseorang setiap harinya saat mengakses internet, selalu ada saja kemungkinan bahwa informasi tersebut merupakan informasi yang salah atau menyesatkan namun terus menyebar karena adanya misinformasi. Misinformasi yaitu informasi yang keliru, tetapi orang yang menyebarkannya mempercayai bahwa itu benar, sehingga terus menyebarkan informasi tersebut.
Pemanfaatan dana Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) untuk pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia, belum banyak terjadi. Dalam catatan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Pusat, sebagaimana termuat dalam buku Panduan Teknis Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) Untuk Layanan Air Minum dan Sanitasi Layak dan Aman (BAZNAS Pusat, 2020), baru terdapat 17 BAZNAS di 17 kabupaten/ kota yang mendukung pembangunan air minum dan sanitasi.
Empat dari 24 kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan belum bebas dari praktik BABS (Buang Air Besar Sembarangan). Ada fakta menarik tentang hambatan yang menyebabkan keempat daerah yang dimaksud belum bebas dari praktik BABS. Sejak tahun 2020 capaian akses sanitasi jambannya sudah di atas angka 80% (Monev STBM Kemenkes, Desember 2020). Namun jadi melambat, bahkan cenderung stagnan, dalam perjalanan mencapai akses 100% sanitasi.
Laporan kajian ini merupakan potret perkembangan sutra Sulawesi Selatan saat ini dengan menangkap realita yang terjadi di Kabupaten Soppeng, Wajo dan Enrekang, yang dulunya merupakan pusat persutraan di Sulawesi Selatan namun kini meredup dan sulit dikembangkan. Kajian ini melihat gambaran sutra Sulawesi Selatan dari Hulu, Proses atau Manufaktur hingga ke Hilir. Suatu kajian yang dan merupakan dasar yang dapat kami ambil untuk digunakan dalam perencanaan berdasarkan bukti.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan-Badan Perencanaan dan Penelitian Pembangunan Daerah (BAPPELITBANGDA) dan Yayasan BaKTI melaksanakan pilot program kebijakan berbasis bukti. Pilot ini ingin menunjukkan suatu siklus penyusunan kebijakan berbasis bukti, di mana suatu agenda kebijakan prioritas daerah akan didukung melalui sebuah kajian terapan yang menjadi dasar suatu kebijakan.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan-Badan Perencanaan dan Penelitian Pembangunan Daerah (BAPPELITBANGDA) dan Yayasan BaKTI melaksanakan pilot program kebijakan berbasis bukti. Pilot ini ingin menunjukkan suatu siklus penyusunan kebijakan berbasis bukti, di mana suatu agenda kebijakan prioritas daerah akan didukung melalui sebuah kajian terapan yang menjadi dasar suatu kebijakan.
Perundungan atau yang lebih akrab dengan istilah ‘bullying’ adalah fenomena yang memprihatinkan di Indonesia. Disimpulkan berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Global School-based Student Health Survey (2015) menunjukkan bahwa 26 persen siswa di sekolah luar Jawa dan Sumatera (21 persen secara nasional) telah mengalami bullying, merepresentasikan 30 persen laki-laki dan 22 persen perempuan.
Semua berawal dari data dan analisis hambatan. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Gowa kemudian memetakan dua kelompok anak yang berpotensi tidak memiliki indentitas hukum atau identitas sipil kependudukan. Tidak hanya itu, mereka juga berpotensi tidak menerima hak perlindungan hukum dan kesejahteraan sosial karena tidak memiliki akte kelahiran.
Layanan untuk kesejahteraan dan perlindungan anak seharusnya menyediakan layanan dari layanan yang sifatnya pencegahan, identifikasi awal dan intervensi termasuk respon cepat dan terintegrasi.
Sejak 2014, Pemerintah Kabupaten Gowa telah memiliki kebijakan dan program layanan untuk meningkatkan kesejahteraan anak. Namun kesenjangan dalam penerapan kebijakan dan pelaksanaan program masih menjadi tantangan sehingga layanan untuk kesejahteraan dan perlindungan anak masih kurang cepat dan tidak tuntas menyelesaikan kasus.
Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas, 2016) menunjukkan bahwa 1 dari 9 perkawinan di Indonesia melibatkan anak perempuan di bawah usia 18 tahun. Sebanyak 375 anak perempuan menikah setiap harinya (Badan Pusat Statistik, 2016). Data BPS (2017) juga menunjukkan bahwa persentase perempuan di Sulawesi Barat berumur 20-24 tahun yang pernah menikah pertama dengan usia nikah dibawah usia 18 tahun sebesar 36.93%. Presentase ini diatas persentase nasional sebesar 25.71%.