Diseminasi Layanan Perlindungan Anak & Pencegahan Perkawinan Anak Dibawah Umur Kabupaten Maros
“Jangan paksa anak untuk menjadi dewasa, karena setiap anak punya waktu untuk menjadi dewasa”
Oleh Muh. Alief
Yayasan Bakti didukung oleh Unicef, bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Kota Makassar dan Kabupaten Maros gelar Sosialisasi Penguatan Mekanisme Layanan Perlindungan Anak Terpadu dan Mekanisme Rujukan bagi Penyintas Kekerasan Berbasis Gender, Perkawinan Anak serta Eksploitasi dan Kekerasan Seksual Anak di Ranah Daring (Mekanisme Deteksi Dini, Penanganan Awal, Pemantauan, dan Pelaporan). Diadakan di Ballroom Warkop Al Fayyadh Maros. Jumat, 7 Juli 2023.
Meisy Sari Bunga Papayungan, Kepala Bidang Perlindungan Anak DP3A Dalduk & KB Provinsi Sulawesi Selatan, hadir sebagai Narasumber yang memaparkan Alur Layanan Perlindungan Anak di tingkat Kelurahan pada kegiatan yang dimaksud.
"Tujuan yang pertama itu untuk mensosialisasikan mekanisme program yang telah berjalan di kabupaten atau kota, khususnya desa atau kelurahan. Kedua, tentang pencegahan pernikahan anak dibawah umur, tetapi ketika tidak berhasil, maka tetap ada mekanisme yang berjalan" terang Meisy ketika diwawancarai.
Meisy menjelaskan bahwa unit yang bisa menjadi tempat melapor ialah Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan Shelter atau Rumah Aman. Fungsinya sebagai edukasi dan pemenuhan hak perlindungan anak, deteksi dini, dan pendampingan atau penanganan kasus.
"Setelah di-asesmen laporan anak, Kita selanjutnya melihat tingkatan kasusnya apakah masuk kategori rendah, sedang, atau bahkan tinggi. Setiap tingkatan memiliki jenis pelayanan yang berbeda, kalau sudah tinggi kita berikan perlindungan, rujukan ke rumah aman, dan berikan bantuan hukum" jelas Meisy dalam sosialisasinya.
Kasus rendah dapat meliputi pemenuhan hak dasar anak termasuk anak disabilitas: akta kelahiran, kebutuhan dasar, pendidikan, kesehatan, keterampilan. Kemudian kasus lain seperti perkelahian, anak yang akan dinikahkan, anak terpapar materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi seksual, anak yang masuk dalam grup media sosial yang memuat konten dewasa, hingga anak yang menggunakan gadget secara berlebihan.
Sedangkan kasus rendah seperti perebutan hak asuh anak, pendampingan hukum baik anak sebagai korban, pelaku dan saksi (ABH), anak korban KDRT, anak korban diskriminasi, anak yang membutuhkan lembaga rujukan pelayanan tingkat kabupaten/kota, kecanduan gadget, hingga anak terpapar materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi seksual yang mengakibatkan gangguan psikologis.
Adapun kasus tingkat tinggi dapat berupa anak yang mengalami diskriminasi karena minoritas dan stigma orangtua, anak korban HIV/AIDS dan NAPZA, perdagangan orang, eksploitasi, kekerasan fisik berat, kekerasan seksual yang terjadi di bawah 3x24 jam, pembatasan gerak (penyekapan, penculikan, pemasungan), perundungan dan perundungan online yang berakibat pada gangguan kejiwaan, anak terpapar materi yang menampilkan kekerasan atau eksploitasi seksual di ranah daring yang mengakibatkan pemerasan, pemaksaan persetubuhan, dan pemaksaan siaran langsung hingga prostitusi anak online.
Acara yang bertajuk "Jaga Bareng" ini juga menjelaskan larangan pernikahan anak dibawah umur 19 tahun. Dalam sosialisasi tersebut menjelaskan penanganan di lembaga KUA (Muslim) & Capil (Non Muslim) serta bidang Keagamaan dapat berupa mencatatkan perkawinan, memberikan nasehat keagamaan dan bimbingan perkawinan bagi anak yang memperoleh dispensasi nikah tentang dampak dari perkawinan usia anak, memberikan informasi layanan penanganan, memberikan pendampingan ketahanan keluarga, pembimbingan keluarga, dan membangun jejaring lokal dengan lembaga terkait.
Sedangkan dalam ranah pendidikan, penanganan dapat dilakukan dengan cara memastikan agar anak mendapatkan pendidikan termasuk anak yang sudah menikah, sedang hamil maupun yang sudah memiliki anak untuk dapat menyelesaikan pendidikan mereka, baik dalam sekolah formal maupun non formal. Menyusun mekanisme pelaporan dan rujukan di satuan pendidikan, untuk memudahkan akses anak pada informasi dan layanan di lembaga layanan anak.
Peserta dalam kegiatan ini dihadiri oleh Kepala desa, Sekretaris, Pengurus PATBM, D3A dan UPT PPA.
"Kami melihat Kabupaten Maros ini punya potensi, apalagi sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Harapannya masyarakat dapat teredukasi secara merata sehingga dapat dicegah pernikahan anak ini" tutup Meisy dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (Muh.Alief)***