KIE Anak Sulsel: Kreativitas dan Kepedulian dalam Melindungi Teman Sebaya di Era Digital
Anak-anak dan remaja di Sulawesi Selatan tidak hanya menjadi penerima edukasi, tetapi juga tampil sebagai pencipta sekaligus penyebar pengetahuan. Dalam kampanye Pencegahan Online Child Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA) dan Penguatan Kesehatan Mental, puluhan anak dari Forum Anak kabupaten/kota, Mitra Muda UNICEF, serta Anak GenRe berkolaborasi aktif dalam pembuatan dan penyebaran alat Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE). Kegiatan ini merupakan bagian dari inisiatif UNICEF Indonesia dan Yayasan BaKTI didukung oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang bertujuan memperkuat literasi digital dan perlindungan anak di era teknologi.
Kegiatan ini berlangsung sepanjang 23 Juni – 31 Juli 2025 di lima kabupaten/kota yaitu Makassar, Maros, Gowa, Bone, dan Wajo. Anak-anak yang sebelumnya telah mengikuti pelatihan sebagai Edukator Sebaya didorong untuk terlibat langsung dalam produksi materi edukasi. Mereka menyusun narasi, memilih bentuk media, dan mendesain konten yang mudah dipahami oleh teman sebaya. Materi yang dihasilkan meliputi brosur, poster, infografis, hingga video pendek, yang menyampaikan pesan-pesan utama tentang pencegahan OCSEA, penguatan kesehatan mental, privasi digital, serta cara mencari bantuan.
Pembuatan KIE dilakukan dengan pendekatan inklusif dan kontekstual. Anak-anak dilatih untuk mengenali karakteristik audiens, termasuk kelompok rentan seperti anak disabilitas. Dengan bimbingan fasilitator, mereka menciptakan pesan yang ringan, visual, dan tidak menggurui. Salah satu karya unggulan adalah poster interaktif "Jaga Dirimu di Dunia Maya" yang dilengkapi QR code menuju video animasi buatan anak-anak sendiri. Brosur lipat tiga juga disebarkan di sekolah dan tempat ibadah, memuat informasi tentang batasan tubuh, tekanan teman sebaya, dan pentingnya menjaga kesehatan mental.
Penyebaran KIE dilakukan di berbagai titik strategis seperti sekolah, masjid, taman baca, puskesmas remaja, toko percetakan, dan ruang publik lainnya. Anak-anak juga menggunakan media sosial seperti Instagram, WhatsApp Story, dan TikTok sebagai saluran penyebaran digital. Data jumlah audiens dihimpun melalui formulir pelaporan yang diisi oleh para edukator sebaya dan divalidasi oleh fasilitator lapangan serta tim pemantau program dari UNICEF dan BaKTI.
Secara keseluruhan, kegiatan ini berhasil menjangkau lebih dari 6.700 anak dan remaja. Kabupaten Gowa mencatat capaian tertinggi dengan 2.710 audiens (40,3%) melalui distribusi pamflet, poster, dan infografis. Kota Makassar di urutan kedua dengan 1.832 audiens (27,3%) yang didominasi oleh pemanfaatan video edukatif dan media digital. Kabupaten Bone menjangkau 1.800 audiens (26,9%) dengan dominasi infografis. Kabupaten Maros menjangkau 290 audiens (4,3%) dan Wajo 130 audiens (1,9%).
Dari sisi jenis media, KIE Gowa melalui pamflet (65%), Bone menggunakan infografis (94%), dan Makassar pada video (78% dari total audiensnya). Anak-anak secara kreatif memilih media sesuai konteks wilayah dan karakteristik audiens.
“Kami tidak hanya membagikan brosur, tapi juga menjelaskan satu-satu ke teman yang bingung apa itu OCSEA. Kadang mereka kaget karena ternyata mereka pernah mengalami hal tidak nyaman tapi tidak tahu itu salah,” ujar Fauzan (16), edukator dari Maros.
Di Makassar, seorang edukator menyebarkan poster ke SLB dan menjelaskan isi pesan menggunakan bahasa isyarat dasar. Ini menunjukkan bahwa kegiatan ini bersifat adaptif dan inklusif. Orang tua dan guru juga memberi dukungan. Beberapa sekolah memberikan ruang khusus untuk penempelan poster dan menyampaikan pesan dalam kegiatan apel atau ceramah agama.
“Kami sangat bangga melihat anak-anak menyampaikan informasi penting ini kepada teman-temannya. Mereka berbicara dari hati dan dengan bahasa yang akrab,” ujar seorang guru di Bone.
Kegiatan ini tidak sekadar menyebarkan materi edukasi, tetapi juga membangun kepemimpinan anak. Mereka belajar menjadi komunikator empatik, pendengar yang baik, dan agen perubahan di komunitasnya. Anak-anak kini mampu menjelaskan cara melaporkan konten bermasalah, menjaga privasi digital, dan mendukung kesehatan mental teman sebaya.
Sebagai bagian dari sistem perlindungan anak berbasis masyarakat, kegiatan ini memperlihatkan bahwa ketika anak diberikan ruang, kesempatan, dan kepercayaan, mereka mampu melindungi diri sendiri dan orang lain melalui kreativitas, empati, dan semangat yang mereka miliki. UNICEF dan Yayasan BaKTI terus berkomitmen mendorong keberlanjutan inisiatif ini melalui pelatihan lanjutan, dokumentasi praktik baik, penguatan jejaring Forum Anak, serta pelibatan pemerintah daerah dan sekolah.
***
Oleh: Andi Nurlela