Pelatihan Fasilitator Masyarakat PKH dan Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial
Layanan untuk kesejahteraan dan perlindungan anak masih terpusat di ibu kota kabupaten, baik berada atau di bawah di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) dan Dinas Sosial (Dinsos), maupun layanan yang disediakan lembaga non pemerintah, baik yang disediakan oleh Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) maupun lembaga atau organisasi sosial dan keagamaan.
DP3A kabupaten/kota mempunyai UPT PPA (Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak) atau UPT P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak), sedangkan Dinas Sosial mempunyai PKSAI (Pusat Kesejahteraan Sosial Anak Integratif). DP3A provinsi dan kabupaten/kota juga mengembangkan Puspaga (Pusat Pembelajaran Keluarga) yang berada di ibu kota provinsi dan kabupaten/kota. Sementara itu, lembaga kesejahteraan sosial dan perlindungan anak yang dikembangankan oleh LSM dan berbagai lembaga sosial dan keagamaan, juga terpusat di perkotaan.
Dengan demikian, jika anak membutuhkan layanan kesejahteraan dan perlindungan anak, maka pengguna layanan dalam hal ini orang tua/keluarga dari anak akan mengeluarkan biaya transportasi dan biaya lain yang cukup besar untuk dapat mengakses layanan yang ada di perkotaan. Padahal untuk kasus-kasus tertentu, seperti anak yang mengalami kekerasan atau anak berhadapan dengan hukum (ABH), pengguna layanan tidak hanya sekali mendatangi lembaga layanan.
Sebaliknya, lembaga layanan juga mempunyai keterbatasan, baik sumber daya manusia maupun dana, dalam menjangkau anak-anak yang membutuhkan layanan. UPT PPA, PKSAI, maupun lembaga layanan milik organisasi sosial dan keagamaan, mempunyai tenaga yang terbatas dalam menjangkau anak-anak yang membutuhkan layanan kesejahteraan dan perlindungan.
Karena itu, perlu solusi untuk mengatasi kesenjangan tersebut, baik dengan menyiapkan sumber daya yang dekat dengan keluarga dan anak berisiko, maupun membangun mekanisme berbasis masyarakat untuk memberikan layanan kesejahteraan dan perlindungan anak pada tingkat desa, kelurahan, dan komunitas (melintasi desa/kelurahan). Di tingkat desa/kelurahan terdapat PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat), Shelter Warga, PUSPAGA yang dikembangkan oleh Kementerian PPPA, dan PUSKESOS (Pusat Kesejahteraan Sosial) yang dikembangkan Kementerian Sosial. Di samping itu, terdapat pekerja sosial, pekerja sosial masyarakat, fasilitator masyarakat dan paralegal yang jumlahnya sangat terbatas, dengan wilayah kerja yang sangat luas.
Pendekatan berbasis desa, kelurahan, dan komunitas diharapkan dapat membantu mengatasi kekerasan dan eksploitasi anak ketika masyarakat juga diperhadapkan pada situasi yang pernah terjadi seperti pandemi Covid-19. Adanya situasi seperti ini memaksa masyarakat menjadi manusia domestik atau hidup di dalam rumah, sehingga penguatan keluarga dan masyarakat untuk melindungi dan menyelamatkan anak menjadi penting dan strategis. Pasalnya, ketika sebagian besar masyarakat beraktivitas di dalam rumah, maka anak-anak juga rentan menjadi korban kekerasan fisik dan seksual baik didunia nyata maupun didunia maya.
Studi yang dilakukan oleh UNICEF (2022) menunjukan bahwa 1 dari 7 remaja selama pandemi dan pasca pandemi berpotensi mengalami masalah kesehatan mental yang berdampak pada psikososial jangka panjang. Banyak remaja mengalami kebosanan, kecemasan, ketakutan, kesulitan belajar, dan depresi akibat perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupannya. Pandemi secara tidak langsung mempengaruhi psikososial remaja. Tekanan yang remaja rasakan dapat berdampak pada reaksi psikis, seperti pola tidur dan pola makan yang berbeda dari sebelumnya, perasaan ketakutan dan cemas berlebihan, serta tidak bersemangat melakukan aktivitas. Survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) melalui Global School-based Student Health (GSHS) pada tahun 2015 melaporkan, 1 dari 20 remaja di Indonesia mempunyai keinginan untuk bunuh diri. Hasil studi tersebut diatas menunjukan bahwa banyak dampak yang akan ditimbulkan pada remaja terkait kesehatan mental remaja, termasuk dapat menyebabkan keinginan bunuh diri. Dampak pandemi lainnya menunjukkan banyak remaja kehilangan pengasuhannya karena salah satu atau kedua orangtuanya/pengasuhnya meninggal akbibat COVID-19.
Untuk itu, diperlukan peningkatan kapasitas bagi fasilitator/relawan/kader di masyarakat yang mempunyai pengetahuan mengenai pendidikan kecakapan hidup dan dukungan kesehatan mental dan psikososial sebagai upaya mengurangi dampak pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan psikososial anak. Perkembangan kemampuan dan keterampilan remaja, baik dalam lingkungan sekolah maupun kesehariannya diluar sekolah, merupakan hal yang sangat penting untuk didukung bersama dalam upaya membantu mereka berkembang, bertransisi ke masa dewasa, dan mempersiapkan masa depan mereka dengan lebih baik. Hal ini merupakan cita-cita kita bersama untuk menciptakan generasi masa depan Indonesia yang tangguh dan berdaya saing. Dalam kesehariannya, remaja usia sekolah mengalami berbagai tantangan yang cukup kompleks, baik tantangan internal dari dirinya sendiri maupun yang eksternal, dalam lingkungan pergaulan dan sosialnya. Remaja-remaja abad ke-21 membutuhkan kemampuan dan keterampilan untuk menavigasi masa remaja dari berbagai permasalahan, seperti kesehatan dan nutrisi, kebersihan, interaksi satu sama lain, kekerasan atau perundungan, teknologi digital lingkungan hidup, hingga masalah-masalah sosial yang luas dan mengglobal.
Fasilitator masyarakat merupakan tenaga-tenaga yang dapat menjangkau anak dan keluarga rentan di masyarakat, yang kemudian memberikan pertolongan atau “menghubungkan” dengan lembaga layanan yang tersedia, termasuk ikut melakukan penguatan kepada anak melalui Lembaga layanan yang ada di desa baik itu PATBM maupun PUSKESOS.
Yayasan BaKTI atas dukungan UNICEF Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melangsungkan kegiatan pelatihan fasilitator masyarakat perlindungan anak tentang Pendidikan Kecakapan Hidup dan Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat peran Fasilitator Masyarakat yang tergabung melalui lembaga layanan yang ada di level Desa/kelurahan yang ada di desa/kelurahan yaitu PATBM, PUSKESOS, dan Shelter Warga sebagai tenaga-tenaga yang dapat menjangkau anak dan keluarga rentan di masyarakat. Kegiatan dilaksanakan mulai hari ini hingga esok , Senin - Selasa, 8-9 Agustus 2022 di Hotel Remcy Makassar. Hadir mengikuti kegiatan sebanyak lebih dari 50 partisipan diantaranya berasal dari 4 kabupaten/kota, yakni: Makassar, Maros, Gowa, dan Bulukumba. Secara khusus kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan fasilitator masyarakat mengenai teknik memfasilitasi kegiatan dan berkomunikasi di masyarakat.