Pelatihan Pencegahan dan Penanganan OCSEA bagi Penyedia Layanan dan Aparat Penegak Hukum di Kabupaten Wajo
Sebagai upaya pencegahan eksploitasi dan kekerasan seksual anak di ranah daring (OCSEA), dan penguatan Lingkungan yang Aman Melalui Pendekatan Kesadaran dan Respon, untuk isu perkawinan usia anak dan Kekerasan Berbasis Gender (Safe Environment through Awareness and Response Approach (SETARA), UNICEF Indonesia melalui Yayasan BaKTI telah melakukan upaya pencegahan kekerasan dan eksploitasi seksual anak melalui pelatihan untuk menguatkan kapasitas penyedia layanan. Selain pencegahan dan penanganan kasus OCSEA, UNICEF Indonesia juga mendukung penguatan kapasitas bagi penyedia layanan yang ada di tingkat provinsi dan kabupaten. Penyedia layanan diharapkan dapat memberikan layanan yang cepat, akurat, komprehensif dan terintegrasi (CEKATAN) dalam penanganan kasus-kasus anak. Misalnya Dukungan Kesehatan Mental dan Psikososial anak (DKMP) melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) termasuk dukungan pemenuhan akta kelahiran bagi anak usia 0-5 tahun melalui Dinas DUKCAPIL dan jejaringnya.
Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang konsep Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dan OCSEA. Penguatan kapasitas penyedia layanan untuk melindungi anak dari resiko OCSEA melalui pencegahan, deteksi dini dan penanganan kasus OCSEA. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pemberi layanan dalam memahami etika bekerja dengan anak, alur dan mekanisme manajemen kasus OCSEA. Peserta mampu mengidentifikasi lembaga-lembaga rujukan baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun nasional. Penguatan mekanisme layanan, rujukan terpadu ramah anak dan respon terhadap kasus KBG, KBGO serta pemenuhan hak anak salah satunya pencatatan kelahiran.
Yayasan BaKTI bekerjasama dengan pemerintah daerah didukung oleh UNICEF Indonesia telah menyelenggarakan Pelatihan Pencegahan dan Penanganan Eksploitasi dan Kekerasan Seksual Anak di Ranah Daring bagi Penyedia Layanan dan Aparat Penegak Hukum (APH) di Kabupaten Wajo pada tanggal 27-29 Februari 2024. Kegiatan ini diikuti oleh 23 orang peserta (laki-laki 10 orang, Perempuan 13 orang). Peserta berasal dari perwakilan penyedia layanan dan Dinas terkait seperti Dinas Sosial P2KBP3A, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Dinas Dukcapil, Kepolisian, Kejaksaan, UPT PPA, dan Puspaga. Peserta pelatihan ini, selanjutnya akan mensosialisasikan materi yang diperoleh kepada tim yang ada di dinas/instansinya masing-masing.
Berlangsung selama tiga hari, sejumlah topik diulas dalam pelatihan ini. Pertama mengenai “Hak dan Perlindungan Anak di Ranah Daring”. Pada topik ini, peserta melakukan identifikasi aktivitas anak dan 4 potensi risiko di ranah daring. Resiko apa saja yang mungkin dialami anak dalam aktivitasnya di ranah daring. Klaster Konvensi Hak Anak. Mengidentifikasi hak-hak anak yang terkait dengan aktivitasnya di ranah daring dan perlindungan terhadap eksploitasi dan kekerasan seksual di ranah daring beserta alasannya.
Selanjutnya mengenai konsep OCSEA (Online Children Sexual Exploitation and Abuse) beserta sebab dan akibat terjadinya OCSEA. Di sini para peserta mendiskusikan kasus dengan membahas beberapa hal berikut: Apa bentuk OCSEA dari contoh kasus tersebut? Apa modus (cara) dari pelaku mendekati korban pada contoh kasus tersebut? Kondisi apa saja yang membuat korban menjadi rentan? Apa dampak yang ditimbulkan (termasuk potensi dampak) pada korban & pelaku. Melakukan pemetaan siapa saja aktor kunci yang dapat melindungi anak dari OCSEA.
Topik berikutnya adalah “Peran Penyedia Layanan dalam Kasus OCSEA”. Pada topik ini, peserta mengidentifikasi perannya untuk melakukan sosialisasi atau edukasi pencegahan OCSEA pada anak, orang tua, komunitas termasuk advokasi pada TIK (Teknologi Informasi Dan Komunikasi). Kemudian diidentifikasi intervensi yang dapat dilakukan masing-masing profesi baik itu Pencegahan, Deteksi Dini dan Penanganan (primer, sekunder, tersier) OCSEA, termasuk identifikasi media apa yang mereka miliki untuk melakukan pencegahan, deteksi dini penanganan dan pelaporan.
Terakhir adalah topik “Mekanisme Layanan dan Rujukan Kasus OCSEA”. Di sini peserta merefleksikan apa yang harus dilakukan agar kasus-kasus OCSEA yang terjadi tidak terulang di masyarakat. Peserta mendiskusikan skema rencana layanan sesuai dengan kasus yang diberikan, serta mengidentifikasi lembaga rujukan (bila dibutuhkan). Kemudian dilanjutkan dengan tools asesmen, fungsi dan tujuan, yang digunakan dalam penanganan kasus. Pelatihan ini pun menghasilkan rencana aksi atau rencana tindak lanjut di masing-masing lembaga layanan untuk melakukan edukasi/sosialisasi pencegahan OCSEA sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.