• admin
  • 21 October 2025

Pertemuan Koordinasi UNICEF dan Yayasan BaKTI dengan Bappeda Sulawesi Selatan untuk Penguatan Sistem Perlindungan Anak di Sulawesi Selatan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan terus memperkuat komitmen dalam membangun sistem perlindungan anak yang menyeluruh dan berkelanjutan. Hal ini tampak dalam pertemuan koordinasi antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sulawesi Selatan, UNICEF, dan Yayasan BaKTI yang berlangsung pada 17 Oktober 2025 di kantor Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan.

Pertemuan yang dihadiri oleh Edy dan Tria Amelia Tristiana dari UNICEF, serta Andi Nurlela dan Junardi Jufri dari Yayasan BaKTI, menjadi bagian dari evaluasi dan konsolidasi menjelang berakhirnya periode kerjasama Bappeda-UNICEF 2021–2025. Fokus pembahasan diarahkan pada penguatan Sistem Perlindungan Anak (SPA) di Sulawesi Selatan, serta kesinambungan berbagai program lintas sektor yang selama ini telah dijalankan bersama.


Penguatan SPA dan Sinergi Program

Dalam paparannya, UNICEF menegaskan pentingnya memperkuat SPA di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, agar layanan perlindungan anak tidak hanya bersifat reaktif terhadap kasus, tetapi mampu berjalan secara sistematis dan terintegrasi. Melalui dukungan teknis, UNICEF telah berperan dalam memperkuat koordinasi lintas OPD, peningkatan kapasitas layanan, serta penyusunan pedoman dan mekanisme rujukan bagi anak yang membutuhkan perlindungan di beberapa kab/kota yang ada di Sulawesi Selatan: Makassar, Maros, Gowa, Bone, Wajo, Bantaeng, Takalar dan Bulukumba.

Dua program besar yang turut memperkuat sistem perlindungan anak di Sulawesi Selatan adalah SAFE4C (Safe and Friendly Environment for Children) dan SETARA (Lingkungan yang Aman melalui Pendekatan Kesadaran dan Respons). Kedua program ini merupakan inisiatif yang dikembangkan bersama UNICEF untuk memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang aman, inklusif, dan bebas dari kekerasan baik di sekolah, di komunitas, maupun di ruang digital.

Program SAFE4C berfokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak melalui penguatan kapasitas lembaga layanan, sekolah, serta komunitas dalam membangun sistem pelindungan yang ramah anak. Program ini juga membantu pemerintah daerah dalam memperkuat koordinasi lintas sektor dan memperluas jangkauan layanan hingga ke tingkat desa.

Sementara itu, Program SETARA menitikberatkan pada perubahan perilaku dan peningkatan kesadaran masyarakat terutama guru, siswa, dan orang tua tentang pentingnya menciptakan lingkungan yang aman dan responsif terhadap isu kekerasan. Melalui pelatihan dan pendampingan, sekolah-sekolah yang menjadi lokasi program didorong untuk mengembangkan mekanisme pelaporan dan penanganan kasus kekerasan anak secara cepat, sensitif, dan berpihak pada korban.

Kedua program ini saling melengkapi dan menjadi fondasi penting dalam membangun Sistem Perlindungan Anak (SPA) di Sulawesi Selatan, yang mengedepankan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk mewujudkan perlindungan anak yang komprehensif.


Cegah Perkawinan Anak dan Penguatan Pesantren Ramah Anak

Salah satu isu yang menjadi perhatian utama dalam pertemuan ini adalah perkawinan usia anak. Meskipun angka perkawinan anak di Sulsel menunjukkan tren menurun, kasus di beberapa daerah seperti Bone dan Wajo masih cukup tinggi, dengan sebagian besar berlangsung secara tidak tercatat. Persoalan ini berkaitan erat dengan kemiskinan, budaya, dan rendahnya akses pendidikan remaja.

Sebagai upaya pencegahan, UNICEF dan Bappeda bersama mitra daerah mendorong penerapan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) di seluruh kabupaten/kota. Salah satu pendekatan inovatif adalah pengembangan Program Pesantren Ramah Anak, yang kini telah menjangkau lebih dari 25 pesantren di Sulsel. Melalui program ini, para pengasuh, ustaz, dan santri diberi pelatihan tentang nilai-nilai perlindungan anak, pencegahan kekerasan, serta kesehatan reproduksi remaja.

Desa Piloting dan Mekanisme Rujukan

Pertemuan juga menyoroti hasil nyata dari 20 desa-desa piloting perlindungan anak yang difasilitasi bersama UNICEF dan Yayasan BaKTI. Sejumlah desa di Sulsel kini telah memiliki Peraturan Desa (Perdes) tentang Perlindungan Anak, yang menjadi dasar hukum dan arah kebijakan lokal untuk menjaga anak dari kekerasan dan eksploitasi.

Selain kebijakan desa, pembentukan mekanisme rujukan lintas layanan menjadi agenda prioritas. Mekanisme ini memastikan bahwa ketika ada kasus kekerasan, anak korban segera mendapatkan penanganan terpadu melalui koordinasi antara dinas sosial, kesehatan, pendidikan, dan kepolisian. Model ini kini menjadi contoh baik bagi kabupaten/kota lain di Sulawesi Selatan.


Penguatan Kebijakan PSEA di Lembaga Layanan

UNICEF bersama Yayasan BaKTI juga membantu sejumlah lembaga layanan dalam penyusunan dan penerapan dokumen PSEA (Protection from Sexual Exploitation and Abuse). Dokumen ini penting untuk memastikan setiap lembaga baik pemerintah, sekolah, maupun mitra pelaksana memiliki kebijakan dan mekanisme internal yang jelas dalam mencegah serta menangani kasus kekerasan dan eksploitasi seksual, termasuk yang melibatkan tenaga kerja atau relawan.

Menjaga Keberlanjutan dan Kolaborasi

Perwakilan Yayasan BaKTI, Andi Nurlela, menegaskan bahwa BaKTI akan terus memainkan peran sebagai jembatan kolaborasi antara pemerintah, UNICEF, dan masyarakat sipil. “Isu perlindungan anak tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri. Diperlukan kesinambungan kebijakan, data yang solid, dan kolaborasi lintas sektor agar praktik baik di lapangan dapat terus diperluas,” ujarnya.

Sementara itu, Bappeda Sulsel menegaskan komitmennya untuk memastikan hasil-hasil kolaborasi ini menjadi bagian integral dari perencanaan pembangunan daerah. Melalui integrasi program seperti SPA, SAFE4C, SETARA, dan penguatan Desa dan Pesantren Ramah Anak, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan berharap dapat menurunkan angka kekerasan dan perkawinan anak secara signifikan serta membangun generasi muda yang aman, sehat, dan berdaya.

***

Oleh: Andi Nurlela